Mama, mama you’re the queen of my heart
You’re love is like tears from the stars
Mama, I just want you to know
Loving
you is like food to my soul
Petikan
lirik Boyz II Men itu saya pikir bisa sedikit membantu menuliskan interpretasi
cinta pada ibu. Seperti air dari langit yang tidak akan pernah habis, begitu
pula cinta ibu pada anaknya. Apapun yang ibu lakukan, ketahuilah, kalau itu adalah
tindakan paling super bagi kami (saya bersama adik dan ayah). Ya, ibu memang seperti ratu.
Ibu
selalu bisa mengatasi segala hal. Keren. Berbanding terbalik dengan saya yang
masih belepotan saat menghadapi masa genting. Saya justru masih merengek konyol, yang pada akhirnya malah merepotkan banyak orang. Padahal ibu selalu berpesan; jadilah perempuan hebat!
Ibu mengenalkan saya pada perempuan hebat sekelas Aung San Suu Kyi, Indira Gandi, atau Bhenazir
Bhuto, yang begitu kuat berpolitik. Berharap saya bisa seperti mereka. Mereka
memang menjadi pahlawan bagi negerinya dan dunia. Tapi tahukah, jika ibu yang
mengenalkan saya pada perempuan hebat itu, sebenarnya adalah perempuan hebat dan pahlawan
bagi saya.
Tetap
lebih hebat di mata saya, jika dibandingkan dengan Joan d’Arc di medan tempur, Laila
Ali di ring tunju, Lady Diana di kegiatan sosial, atau bahkan Frida Kahlo
bersama kanvasnya.
Satu
hal yang selalu saya ingat tentang semangat perempuan; kuat mempertahankan
prinsipnya. Anti mengikuti arus dan berusaha berdiri di kaki sendiri. Dulu,
mungkin saya gelas kaca yang rentan pecah. Sekarang, saya sudah menjelma jadi
gelas logam yang kuat dan tahan banting.
Saya ingat masa berat itu. Berbelok jauh dari yang ibu harapkan untuk masa depan.
Saya memilih jalan yang pasti tidak sempat mampir di pikiran ibu dan ayah. Tapi
sekarang, saya mulai bisa menunjukkan jalan atas pilihan itu. Ke depan, saya berjanji untuk bisa jadi hebat, dengan cara saya sendiri.
Masa
saya kecil, ibu memberikan asupan ilmu yang saya pikir berbeda dari teman-teman
di sekolah. Mulai dari buku hingga majalah yang ibu kenalkan, sama sekali
berbeda dari yang mereka baca. Entah saya mengerti maksud Ibu atau hanya
mengikuti dan menerima apa yang disuguhkan. Ibu juga sering marah jika saya terlalu lama menonton televisi. Ketika itu, saya juga sama marahnya dengan
ibu. Tapi sekarang, di mana saya telah belajar 2,5 tahun ini, saya mulai mengerti
maksud Ibu. Bahkan, berterimakasih atas kebijakan itu. Aneh, memang.
Hampir
20 tahun saya di dunia, mungkin hanya beberapa kali saya berkata; I love you, Mom. Tapi asal ibu tahu, ibu selalu menjadi pertimbangan pertama saya saat memilih segala hal.
Saya memang tidak sedang berpuisi. Bahkan ibu sudah tahu saya tidak suka puisi. Tapi
melalui coretan ini, saya ingin menyatakan rasa cinta dan terima kasih yang
terdalam kepada ibu. Terima kasih atas uluran tangan dan pelukan itu.
Happy
Mother’s Day...
*Tulisan
ini dibuat sebagai bentuk peringatan Hari Ibu, yang tidak bisa dirayakan
bersama di rumah. Tulisan ini masih belum lengkap, karena minus foto, yang
inginnya pose saya sedang memeluk ibu, hehehe.
So sweet,jadi terharu bacanya.sama-sama gag bisa pulang juga pas hari ibu.I Love mamehhhh :'(
ReplyDelete#di suruh komen sama yg punya blog^^
So sweet, jadi terharu bacanya. sama-sama gag bisa pulang juga pas hari ibu. I love my maaehhhh :'(
ReplyDeleteJangankan pulang, buat nelpon langsung aja kamu nggak ada pulsa kan ya, hohoho #ups
Delete