Thursday 1 August 2013

Berbuka Puasa dalam Kebersamaan

Saya berani bertaruh, bila ditanya momen berbuka puasa yang paling nikmat pasti ketika berkumpul bersama keluarga di rumah. Setidaknya, pertanyaan ini sering secara tidak sadar didiskusikan. Padahal, ada momen-momen kecil yang justru memberikan kesan berbeda, meski tetap tidak bisa mengalahkan momen berbuka puasa bersama keluarga.


Tahun ini saya sama sekali tidak menikmati berbuka puasa bersama keluarga di rumah. Saya harus tetap bersyukur bisa menikmati salat tarawih dan sahur di rumah (meski sempat juga, merutuki hasil hilal yang menentukan jadwal puasa mundur sehari dari perkiraan). Di sini, di kampung orang, saya justru menikmati suasana berbuka yang benar-benar berbeda: berbuka puasa bersama di dalam bus.

Hari kedua puasa, saya berniat berbuka puasa bersama Mbak Mia. Mbak Mia merupakan kakak angkatan di kampus sekaligus di organisasi, yang kebetulan bekerja di Jakarta. Kami sudah berencana berbuka bersama dan bertemu sejak siang hari, tapi akhirnya diundur sampai sore setelah ashar. Aku pikir, tidak masalah.

Berangkat dari Kebayoran, saya menuju Blok M menggunakan Metromini 69. Setelah itu, pindah bus PPD bernomor 45 menuju Semanggi. Baru 10 menit berangkat dari Terminal Blok M, kemacetan langsung terjadi, di Taman Kusuma. Macetnya benar-benar parah. Tetiba, hujan juga turun memperparah kondisi jalanan ini.

Bus hanya bisa merangkak sejengkal demi sejengkal, saking macetnya. Aaaa.. Sialnya lagi, saya tidak dapat kursi, sehingga harus iklas berdiri sepanjang jalan yang macet ini.

Menjelang bedug magrib, banyak anak-anak yang menjajakan aneka minuman botol dan takjil. Mereka berteriak menawarkan dagangan di pinggiran jalan. Jumlahnya ada banyak, meski saat itu sedang hujan.

Ada dua orang anak penjual air minum yang merangsek masuk ke dalam bus. Mereka menawarkan minuman pada setiap penumpang. Mayoritas penumpang, membelinya. Saya yang tidak persiapan membawa tumbler, akhirnya juga membeli air botolan itu.

Setelah itu, salah seorang penumpang menyalakan radio dan memasang suara keras. Awalnya aku pikir itu mengganggu, sampai akhirnya “Allahu akbar, Allahu akbar...”

“Alhamdulillah...” hampir semua penupang bus secara serentak mengucapkan syukur. Waktu berbuka sudah tiba.

Secara bersama pula, semua penumpang membuka kemasan botol dan menegaknya. Tak berapa lama, bus mulai berjalan lagi. Satu menit kemudian, berhenti lagi. Di sini, tiba-tiba anak segerombolan anak yang membawa kardus berisi bungkusan takjil. “Ini gratis, buat buka. Dibagi-bagi ya,” kata anak itu.

Bus kembali heboh dengan makanan itu. Saya sih tidak kebagian, tapi di setiap kantong plastik pembungkus takjil ada pamflet sebuah yayasan. Saya sempat melihatnya, tapi mata tidak mampu membacanya. Ah, begini ya, nikmatnya Ramadan.


Ini menjadi momen berharga yang akan selalu saya kenang. Penumpang bus tidak saling kenal, tapi suasana berbuka menjadi momen yang sama-sama dinanti. Kami punya kesamaan, hanya ingin menikmati momen berbuka puasa di sini.

2 comments:

  1. Saya juga, satu Ramadhan ini tidak pernah berbuka bersama keluarga di rumah. Tapi kalau dengan "keluarga" saya disini, menyenangkan... :)

    ReplyDelete

Terima kasih telah berkunjung. Jangan lupa menulis komentar ya :)