Friday 23 May 2014

Camping Ceria Edisi Rauman Serigala

Narsis di dalam tenda.
*Maaf sebelumnya, jika tulisan ini agak basi. Alasan sampai basi, aku yakin kalian tahu jawabannya :D

Entah sudah kali keberapa Vella (Ucil), Dhea (Cucut), dan aku merencanakan camping bersama. Mungkin lima atau sepuluh kali *lebay. Tapi selalu saja, gagal terlaksana.

Hingga pada Jumat sore, di tengah momen menyantap semangka, rencana camping bersama kembali muncul. Entah siapa yang memulai, tapi camping itu langsung kami rencanakan besok. Ya, Sabtu, 10 Mei 2014. Padahal, kami bertiga tahu, sampai Sabtu siang, Dhea masih ada pekerjaan.


Rencana camping sudah bulat. Kami langsung bergegas menyusun apa saja yang sekiranya dibutuhkan. Hal paling krusial tentu saja alat. Kami langsung menghubungi Erwin. Dari si kolektor alat outdoor itu, kami meminjam tenda, matras, dan nesting. Untuk kompor, kami menyewa di Uluk-uluk.

Sabtu, sekitar pukul 15.00, Dhea sudah ada di kosanku. Saat itu, aku ketiduran, dan terbangun karena Dhea tiba-tiba sudah ada di dalam kamar. Sambil aku bersiap-siap, Dhea dan Vella akan mengambil pinjaman tenda, matras, dan nesting.

Saat berkumpul kembali di kosanku, semua barang kami di-pack ulang. Alat dan logistik dibagi ke dalam tiga ransel. Kompor sewaan juga kami coba, khawatir kalau justru barangnya rusak dan tidak bisa digunakan. Di dalam kamar, kami yang terbiasa memakai parafin, ternyata agak kesusahan menyalakan kompor gas. Saat terdengar bunyi desisan gas, Dhea langsung memantik api. Tiba-tiba.. Wuuuuusss.. Api kompor menyala sangat besar. Dhea berusaha mengecilkan api, tapi yang terjadi justru sebaliknya. Api semakin besar! Aku pun cuma bisa berkomentar pasrah, “Mbakar kosku...”

Sebelum meninggalkan Tembalang, kami sempatkan mengisi perut terlebih dahulu. Barulah saat menjelang senja, kami benar-benar menuju lokasi camping. Selama perjalanan, kami harus mampir ke beberapa tempat semisal minimarket, toko kelontong, warung bensin eceran, toko outdoor, dan musala. Akibatnya, waktu tempuh menuju basecamp Gunung Merbabu meleset jauh dari estimasi.

Mungkin karena faktor lama tidak ke gunung, saat menuju lokasi pendirian tenda, aku dan Vella mudah sekali lelah. Sangat rewel. Kemudian, beberapa kali kami malah menyarankan mendirikan tenda di tengah jalan. Awalnya bertanya, “Tempatnya masih jauh ya? Berapa lama lagi?”, lalu “Buat tenda di sini aja, gimana?”, “Kalau di situ, gimana?”, hingga akhirnya dengan sotoy aku memberi usul konyol, “Eh, kayaknya di situ lokasinya enak buat diriin tenda”. Namun sayangnya, jawaban Dhea selalu sama, “Tanahnya miring. Kita cari yang lebih datar.”

Akhirnya, kami menemukan lokasi yang sejak tadi dicari. Kami langsung mendirikan tenda. Tapi, tunggu dulu. Setelah dipikir-dipikir, kok tanah tempat kami mendirikan tenda masih agak miring ya? Kami segera berpikir untuk memindahkan tenda ke tempat yang lebih datar. Walhasil, kami bertiga secara bersama-sama menggotong tenda yang sudah terlanjur jadi itu ke tempat datar yang ditunjuk Dhea.

Setelah tenda beres, kami segera menyalakan kompor. Kami merebus air untuk membuat minuman hangat, dilanjutkan memasak sarden. Kemudian, beralih ke menu berikutnya: mi goreng.
Saat tengah merebus air untuk memasak mi, kami mendengar suara raungan “Auuuuuu” dari kejauhan. Entah itu anjing atau serigala. Aku abai saja dengan suara itu dan masih belum merasa khawatir sama sekali. Semakin lama, suara itu terasa semakin dekat dan jelas.

Dhea terdiam, lalu mengambil victorinox dan mempersiapkan pisau. Tak berapa lama, Vella ke tenda mengambil cutter. Apakah aku harus ikut ambil senjata? Akhirnya pisau yang tadinya untuk memotong sayur langsung aku sambar.

Suara rauman masih terus terdengar. Tiba-tiba dari arah berlawanan juga muncul suara serupa. Jadilah, kini ada semacam adegan sahut-sahutan antara dua anjing (atau serigala) yang terpisahkan jarak, sementara kami ada di antara mereka *duileeehhh. Di tengah suara itu, Dhea bertanya, “Kita geser ke basecamp gimana?” Aku masih tidak mengerti. Apakah rauman itu tanda bahaya? Bisa saja kan, itu anjing pemburu? Tapi, kalau itu ajakan Dhea, berarti mutlak harus diikuti.  Itu bukan ide atau saran, tapi sesuatu yang harus kami lakukan.

Dhea segera mematikan kompor. Memindahkan beberapa barang ke dalam tenda, dan menyisakan beberapa di antaranya tetap berantakan di luar. Pintu tenda belum tertutup. Aku mencoba melepaskan kaitan untuk menutup tenda, tapi Dhea dan Vella lebih memintaku segera turun ke basecamp. Yasudahlah, aku menurut saja.

Kami berjalan cepat. Tanpa komando, tiba-tiba kami berlari. Hingga sampai di perkampungan, kami masih gemetaran. Di situ aku tersadar, pisau yang tadi aku simpan di kantong celana hilang.
Kami memilih duduk-duduk di teras masjid. Setelah tenang, kami kembali berjalan menuju basecamp. Setelah bercerita tentang suara rauman itu, kami disarankan kembali ke tenda untuk mengemasi barang dan tidur di basecamp saja.

Kami duduk di persimpangan jalan, memikirkan alternatif yang harus diambil. Apakah kembali ke tenda dan bermalam di sana atau cukup mengambil barang lalu bermalam di basecamp? Akhirnya, kami memilih mengemasi barang, lalu bermalam di basecamp.

Saat perjalanan kembali ke tenda, hampir tidak ada pembicaraan. Semua diam, atau mungkin aku yang mengatakan beberapa kalimat, semisal “Nyalain senter, nggak papa kan ya?” jawaban yang aku terima juga tidak panjang-panjang amat. Sepanjang perjalanan, kami mempersiapkan diri menjumpai tenda dalam keadan porak poranda.

Syukurlah, tenda tidak berubah sama sekali. Tetap berantakan seperti yang kami timbulkan sendiri. Tidak ada tanda-tanda orang atau binatang yang menghampiri tenda kami.

Kami kembali berkutat dengan kompor. Memasak makanan yang tadi belum sempat terselesaikan. Usai memasak, kami masuk ke dalam tenda. Suara rauman semakin jarang. Kami santap malam bersama di dalam tenda. Aaahhh, nikmatnya...
Menu makan malam.
Kami bersiap tidur. Posisinya aku dan Vella di pinggir, sementara Dhea di tengah. Kami menyiapkan strategi berjaga secara bergilir untuk mengantisipasi datangnya serangan. Dan, kejutannya—eh, kami sama sekali nggak terkejut ding—saat Dhea yang tadinya bilang panik bin khawatir akibat suara rauman, justru yang pertama tertidur dengan pulasnya. Aku dan Vella masih tetap kesulitan memejamkan mata. Bukan karena khawatir, tapi pukul 23.00 menurutku masih terlalu sore untuk tidur. Toh, akhirnya kami bisa tidur juga, meski sebentar-sebentar terbangun.

Esok harinya, Dhea menjadi orang yang pertama bangkit ke luar tenda. Aku dan Vella sebenarnya sudah bangun, tapi dinginnya pagi membuat kami berat beranjak bangun. Tapiiiii... Saat pintu tenda disibakkan, subhanallah, kami berada di surga mana ini?!



Di depan tenda kami yang berupa jurang terlihat sangat jelas. Pohon-pohon terlihat berdiri miring, dengan degradasi warna langit yang jernih, tanpa kabut sama sekali. Pemandangan itu sangat kontras dengan yang aku lihat dini hari tadi (ya, pukul 02.00-an, aku sempat ke luar tenda. Langitnya putih pekat, bulannya tidak terlihat. Kabut sangat tebal).

Urusan memasak untuk sarapan, kami serahkan kepada Dhea. Dia yang paling bersemangat menyalakan kompor, merebus air, sampai memasak. Setelah itu, kami sarapan bersama. Sesekali, ada pencari rumput dan petani brokoli yang lewat di depan kami.






Usai sarapan, tentu saja, aksi foto-foto. Dan ya, seperti yang kalian duga, pose-pose ajaib selalu muncul dari Dhea dan Vella. Aku sih, seperti biasa aja, hahaha.

Sampai jumpa lagi, di acara Camping Cerita bulan Juni....

7 comments:

  1. Bulan Juni mau kemping dimana lagi ya kita? :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ehm, aku pikir, lebih asik kalau lokasinya ditentukan H-1 keberangkatan. Kayak kemarinnn :D

      Delete
  2. Hm.....cukup keren (dan menegangkan) juga acara liburan ke gunungnya ya? Kalau kami kemarin malah ke pulau.... :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aaaaa.. Aku udah baca tulisanmu yang ke Liukang. Kenapa ya, di Sulawesi ada banyak tempat keren kayak begitu, huhuhu..

      Delete
  3. asemm, aku mbaca ini di kantor sampe ngakak guling-guling nih.. kapan lagi nih, kapaannnn :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha. Redakturmu pasti terheran-heran.
      Haduh, segerain aja deh Cut. Rencana kita yang bikin camcer bulan Juni kan udah gagal :(

      Delete

Terima kasih telah berkunjung. Jangan lupa menulis komentar ya :)