Magang ini dimulai tanggal 12
Juli lalu, dan aku mengawalinya dengan bergabung di acara launching Menjadi Indonesia. Program ini merupakan sebuah kompetisi
esai mahasiswa, yang intinya merangsang pemuda bangsa berpikir untuk kemajuan
negerinya. Acara tahunan yang digelar sejak 2009 itu diadakan oleh Tempo
Institute lho, tempat aku magang.
Foto: tempo-institute.org
Pengisi acara launching Menjadi Indonesia |
Hari pertama magang itu juga,
yang menjadi hari pertamaku nggembel
sendirian di Jakarta. Aku berangkat dari kos Mbak Rahma di Meruya menuju Galeri
Nasional, lokasi acara launching,
yang berada di daerah Gambir. Menuju lokasi, aku menumpang Metro Mini 92 dan
busway.
Sesampainya di halte Gambir,
ternyata aku nggak langsung melihat gedung Galeri Nasional lho, yang menurut
google map berseberangan. Setelah bertanya pada petugas parkir Stasiun Gambir,
ternyata aku harus memasuki pelataran stasiun dan menyeberang untuk sampai di
lokasi acara. Beruntung, aku sampai lokasi pas pukul 8 pagi, dan masih
persiapan acara.
Memasuki ruangan, aku sempat bengong
dan kebingungan sendiri. Jelas saja, karena semua orang sibuk dengan kerjaan
masing-masing. Di sana, aku ketemu Mas Bimo dan Mbak Etha, yang kemudian
memintaku berpakaian kaos hitam bertuliskan “Menjadi Indonesia”. Wah, aku suka
sekali kaosnya, keren!.
Ini dia kaos keren bertuliskan "Menjadi Indonesia" |
Dengan semangat aku menunggui
meja penerima tamu. Aku ketemu tokoh-tokoh hebat, seperti Goenawan Mohamad,
Handry Satriago, Riri Riza, dan Christine Hakim. Mereka itu yang akan mengisi
acara ini dengan membacakan Surat Dari dan Untuk Pemimpin, yang telah ditulis
sebelumnya. Surat itu berisi pesan dan pengalaman pemimpin di berbagai bidang
untuk membangun semangat pemuda.
Wah, seru banget pokoknya. Di acara itu, aku juga bertemu dengan tim Tempo Institute lainnya, termasuk Mbak Mardiyah Chamim, yang dulu pernah ketemu di Makassar, hehe. Nggak cuma itu, aku juga kenalan dengan alumni Kompetisi Esai Mahasiswa (KEM) yang turut dilibatkan dalam acara ini. Itulah kelebihan program Menjadi Indonesia, yang terus menggandeng para alumninya berkarya bareng Tempo Institute. Jadi, bagi kalian yang sudah membaca tulisanku ini, wajib, harus, dan kudu, ikutan KEM itu. Dijamin seperti punya keluarga baru deh, aku sendiri sampai salut lho, sama kedekatan mereka. Setuju?!
Beranjak siang, acara keren itu berakhir. Kami masih terus semangat untuk beres-beres.
Peta Indonesia ala Menjadi Indonesia yang sudah ditempeli stiker cita-cita |
Foto: Mardiyah Chamim on Facebook
Berfoto bersama teman-teman di Menjadi Indonesia. |
Keseluruhan acara sudah selesai,
tapi kami masih betah ngumpul di bawah tenda. Mbak Mardiyah juga membuka
evaluasi jalannya acara. Setelah itu, ada acara minum wine, yang diperoleh Mbak
Mardiyah dari seorang kawannya. Semua orang di sini bisa tertawa lepas, seperti
keluarga, tanpa sekat. Aku suka suasana ini.
Keluar dari Galeri Nasional, aku nggak ada niat untuk langsung pulang. Setelah menyeberang dan sampai di Stasiun Gambir, aku bahkan punya rencana jalan-jalan ke bogor dengan commuter. Tapi niat itu akhirnya batal, dan aku memutuskan ke Munumen Nasional (Monas) yang berada di belakang stasiun.
Lima menit berjalan kaki, sudah membuatku sampai di Monas. Di sana, aku melihat keramaian orang dengan barisan bus besar. Setelah bertanya kepada salah seorang yang bergabung di kerumunan, ternyata itu kumpulan buruh yang akan berunjukrasa di gedung Kemenakertrans.
Hari itu menjadi hari yang panjang dan seru buatku. Masih banyak cerita perjalanan magangku lho.. Stay tune yaa..
Dian, aku mau kaosnyaaaa hehehhee
ReplyDeleteLoh, kok malah naksir kaos-nya sih? Makanya, dulu kamu ikut acaranya. Biar lihat banyak orang pakai kaos itu, bukan dikasih sih :D
Deletebt, ikhhh nyesellll hehehee
ReplyDeletemaakkk, itu di foto ke-4 saf depan banjar 3 dari kiri siapah??? hakhakhak :D
ReplyDeleteHyaaa... Cucut, ada apa ini? Gelagat yang mencurigakan. Itu Bang Revando, kalau nggak salah... Alumni KEM.
Delete