Monday 31 December 2012

Ngadirgo, Kampung Jamu Gendong

Suhanah bersiap menjajakan jamu.


Telah lama jamu menjadi obat tradisional masyarakat Indonesia. Sejak berabad tahun lalu, para nenek moyang telah berkreasi memanfaatkan beragam tanaman untuk dijadikan obat. Kini, di tengah gempuran obat modern dan jamu buatan pabrik, ternyata jamu tradisonal masih terjaga. Salahsatunya, di Desa Ngadirgo.


Terdapat dua perkampungan yang mayoritas warganya pembuat dan penjajak jamu tradisional di Semarang, yaitu Desa Wonolopo dan Desa Ngadirgo. Di Desa Wonopolo, terdapat 50 orang pengrajin jamu tradisional, sementara di Desa Ngadirgo ada 25 orang. Jamu itu mereka jajakan dengan cara digendong.


Suhanah, 46 tahun, menjadi salahsatu pembuat dan penjual jamu gendong dari Desa ngadirgo. Sejak 28 tahun lalu, Suhanah mulai berjualan. Ia mendapat ilmu meracik jamu dari seorang pembuat jamu gendong asal Solo bernama Rebi. Pada awal 1984 lalu, ia membantu Rebi menyiapkan jamu dagangan. Rebi juga sering mengajarinya cara meracik ramuan jamu. Sehingga, banyak ilmu yang ia serap ketika bekerja pada Rebi.


Dengan modal Rp 10 ribu, Suhanah memulai pekerjaan baru sebagai penjual jamu gendong. Dengan peralatan sederhana, ia dibantu suami membuat sendiri jamu yang akan dijualnya.

Sejak dini hari, aktivitas warga penjual jamu gendong, termasuk Suhanah, sudah mulai terasa. Di waktu tiga per empat malam itu, Suhanah sudah memulai rutinitasnya. Ternyata, meracik jamu gendong tak bisa sembarangan dan memerlukan ketelatenan khusus.

Ada banyak bahan yang dapat digunakan meracik jamu, seperti kunyit, kencur, jahe, cabe puyang, kayu pepet, asam jawa, dan sambiroto. Perlakuan khusus juga kadang diberikan pada bahan itu, misalnya jenis rimpang yang selalu harus diangin-anginkan. Beberapa yang lain, ada pula yang harus disimpan dalam tempat kedap udara atau bahkan diproses ketika masih segar.


Usai ditumbuk, bahan jamu diperas dan direbus.

Langkah meracik jamu diawali dengan merebus air, karena seluruh proses itu memerlukan banyak air panas. Sementara itu, bahan yang tersedia bisa langsung ditumbuk menggunakan lumpang. Penumbukan itu tetap dilakukan dengan tradisional untuk mempertahankan cira rasa jamu. "Saya pernah coba pakai blender, tapi rasa beda. Tidak enak," ujar Suhanah.

Setelah selesai ditumbuk, bahan jamu itu lalu diperas sarinya. Pemerasan itu  bisa dibantu dengan air panas. Kemudian, air perasan direbus bersama gula jawa. Jika sudah mendidih, jamu bisa langsung dimasukkan dalam botol kaca, yang sebelumnya sudah dimasukkan sedikit garam.

Menurut Suhanah, penyimpanan jamu harus pada botol kaca. Namun, kebanyakan penjual jamu gendong justru menggunakan botol plastik. Inilah yang disayangkan Suhanah, karena dapat merusak kualitas jamu dan menimbulkan penyakit akibat reaksi kimia. "Jual jamu itu bikin orang sehat, bukan malah penyakitan," katanya.

Setiap sekali berjualan, Suhanah membawa sebuah bakul atau tenggok yang berisi 14 botol jamu. Ada tujuh botol beras kencur, sebotol kunyit asem, dua botol cabe puyang, dua botol air sirih, dan dua botol sambiroto. Selain itu, ia juga menenteng satu tas berisi tiga jirigen kunyit asem. Suhanah menjajakkan jamunya di Desa Sidodadi, sementara penjual jamu gendong lain di desanya telah menentukan lokasi berjualan masing-masing.


Segelas jamu gendong, dibanderol Rp 2 ribu. Dalam sehari, Suhanah bisa mengantongi Rp 150 ribu sebagai pendapatan kotor. Setiap dua bulan, Suhanah berbelanja bahan pembuatan jamu di Pasar Johar. Sekali berbelanja, ia dapat menghabiskan Rp 1 juta.| 


Sekarang, Suhanah sudah mempersiapkan purti keduanya, Ina, 24 tahun, untuk melanjutkan usaha jamu gendongnya. Suhanah sudah menularkan ilmu meracik jamu kepada Ina, dan berharap jika kelak ia sudah tidak kuat berjualan lagi, Ina lah yang akan meneruskan. "Pengennya, jamu gendong ini bisa terus ada," katanya menandaskan.

23 comments:

  1. jamu jamuuu.. orang dulu itu sehat dan pintar karena jamu loh, patut diadopsi tuh :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Oh, iya? Wah, berarti kita harus rajin minum jamu ya.. Boleh juga pendapatnya :)

      Delete
  2. aku termasuk yang masih doyan jamu loh.. ga semua sih tapi, beras kencur sama kunir asem aja :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kata Bu Suhanah, perempuan itu memang paling cocok minum beras kencur dan kunyit asem lho. Berarti, bagus itu buat Dinna.. :D

      Delete
  3. Sebagai pembaca setia blog Dian, ku ingin memberikan masukan agar sajian-sajian blog Dian semakin istimewa : )
    #terima kasih mampu membujuk rayu (diriku) untuk memberikan komentar hehe
    *jangan tepuk jidat kalau terlalu bnyk komennya :D
    ** oia,tulisanmu ini reportase citizen journalism kan? Jd masukanku ke arah gaya penyunting berita :D

    ~ perhatikan pemilihan judul (jangan ambigu dan jelas) *hmm..mungkin begini seharusnya : Ngadirgo,Kampung Jamu Gendong (setahuku titik dua digunakan seseorang dgn statementnya)
    ~ perhatikan pemenggalan dan lebih variasi lagi dalam diksi
    ~ sisi heroik seorang bu Suhanah kurang ditampilkan, misal kamu bisa menceritakan perjuangan dia menggendong berapa kilometer dalam sehari atau pendapatannya mampu untuk membangun rumah atau apalah *imajinasiku & keinginanku ikut acara reality show mulai bermain dah hehe.
    ~ tampilan (layout) & pilihan font yang lebih kreatif dan padu lagi ya,sist : )
    (demikian panjangnya komen,smoga bermanfaat untuk semangat pembaharuan..*kebawa suasana tahun baru :D)

    SELAMAT TAHUN BARU 2013 *tiup terompet, nyalakan petasan, mainkan tanjidor, nikmati ondel-ondel (ni tahun baru atau acara nikahan haha)*

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mbak, makasih masukkannya..hohoho. Trimakasih kunjungannya..

      Delete
  4. nulis dan mendesain blog kan suka-suka dan sekreatifnya kita, jadi apapun jadinya itu hak cipta si blogger :D

    ReplyDelete
  5. ketika saya masih bermain petak umpet di lorong-lorong di Kota Sungguminasa, Gowa, Sulawesi Selatan. Ibu-ibu dengan mnggunakan sepeda yg disapa mbak Juminten selalu singgah di rumah saya. Ia menjajakan jamu. Iya minuman yang menyehatkan dan menghangatkan. Aku selalu minum. Namun sekarang mbak Juminten tak pernah lewat lagi. Entah ke mana dia. Ibu bilang Ia gulung tikar karena jamu menyehatkannya sudah tak laku. Kasihan mbak Juminten. Mudah-mudahan penjual jamu lainnya tak bernasib seperti mbak Juminten.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah, dian baru denger bang, kalau Di Sulawesi ada jamu juga. Tapi di sana versi sepeda ya. Kadang, di sini juga ada lho, bahkan pakai sepeda motor juga ada.
      Kalau kangen kamu Mbak Juminten, dan nggak nemu di Makassar, maen lagi ke Jawa lah. Ada banyak jamu di sini, hehe

      Delete
  6. aku suka jamu heheh kalo ke Bandung bawain yahh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ah, sayang. Kemaren aku sih dibawain oleh-oleh kunyit asem dan beras kencur. Tapi sudah habis :D

      Delete
  7. Jamu sekarang sudah banyak yang tidak alami lagi bahan bakunya. Terasa begitu pahit saat diminum dan warnanya sangat mencolok. Hmm...Andaikan ada pedagang jamu seperti Ibu Suhanah di dekat kosan saya :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, aku juga pernah merasakan jamu pahit yang dibeli dari penjual jamu gendong di daerah Perumda. Mungkin kita memebeli jamu yg nggak bagus -__-

      Delete
  8. visual nya kurang. artikelnya kepanjangan. tapi informasinya bagus :) _arum sawitri_

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sippp. Terima kasih komentarnya.. Aku tambahin fotonya aahh... :D

      Delete
  9. kyaknya kamu udah 'nglotok' banget sama seluk beluk jamu ya Di :D etapi ngomong2 jadi pengen jamu nih, biar langsing :*

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ah, kemaren aku dari Mijen. Disuguhi kunyit asem lagi. Terus, dioleh-olehi rambutan.
      Ndah, jamu nggak akan mempan ngurusin badan, kalau makannya gorengan dan jagung serut mulu. pliss..

      Delete
  10. ngomong2 tentang jamu, aku adalah salah satu orang yang nggak suka minum jamu. hhehe
    baru tahu aku perjuangan penjual jamu gendong kaya gitu ternyata. mau tanya dong Di, kalau penjual jamu di sana sexy2 nggak? kan kalau image yang digambarkan di media tukang jamu ya seksi. hhehe

    satu lagi kenangan tentang jamu.jadi inget Bang Maulana yang selalu ngejekin aku "Jamu, Jamu, Jamu"..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Eh, kamu lihat Bu Suhanah itu seksi kah? Sampe terinspirasi dng tukang jamu seksi, haha. Kalau mau, nanti lah, kita ke rumahnya. Bisa nginep, dan dini hari bisa liat cara buat jamu.
      Bang Maulana panggil kamu jamu? Di Medan jg ada jamu? jamu gendong kah? waw bangettt

      Delete
  11. Kalo aku biasanya beli yang sepeda, udah jarang nemu yang gendongan

    ReplyDelete
  12. di sukoharjo juga banyaik penghasik jamu lhoo

    ReplyDelete
  13. ass ww... saya ingin menjadi mitra usaha anda dengan menyediakan bahan baku berupa jahe merah ... apa bila berminat kerja sama dengan saya, bisa hub: inna rusyanti .. hp no 081214252009...

    ReplyDelete
  14. jahe merah berhasiat untuk menjaga stamina ... hendak nya pengolahan jamu akan selalu membutuhkan bahan baku jahe merah....

    ReplyDelete

Terima kasih telah berkunjung. Jangan lupa menulis komentar ya :)