Friday 22 June 2012

Jembatan Dua Perbedaan


Dalam segala hal, apapun itu pasti terdapat hal lain yang pertentangan. Setiap sisi memiliki pandangan yang menurut “kaum”nya benar. Dengan banyaknya pertentangan seperti, kita tidak dapat membenarkan atau menyalahkan satu diantaranya. Menanggapi hal ini, apa yang biasanya kita atau orang yang berada pada posisi ”baru tahu” itu lakukan ?

Banyak pendapat yang sering kita dengar di keseharian. “Ah, saya ambil jalan tengahnya saja”, “Lebih baik saya abstain/golput (golongan putih) saja”, “Kalau saya, cari alternatif pilihan sendiri saja”. Berbagai pendapat ini – lah yang sering muncul dalam sebuah diskusi atau bahkan sebuah “hajatan” bangsa, pemilu (pemilihan umum).

foto: kaskus.co.id
Analogi jembatan bisa jadi salah satu pemecah permasalahan tanpa menambah permasalahan baru.
Semua pihak pasti pernah mengalami hal ini, berada pada posisi bingung memilih, tidak terkecuali para “wakil rakyat”. Ada solusi yang dicontohkan Anggota Dewan kita yang terhormat, jika berada dalam posisi terlalu banyak opsi. Solusi efektif yang sering diambil adalah debat sengit atau meninggalkan ruangan sidang, hehe.

Dalam mata kuliah Pengantar Filsafat Ilmu yang saya ikuti beberapa waktu lalu, ada penjelasan mengenai teori seperti ini.  Sebenarnya ada banyak teori-teori yang memiliki posisi bertentangan diantara teori tersebut. Dan dalam keadaan seperti ini, ada teori tersendiri yang dapat menjembatani kedua teori bertentangan tersebut. Sebagai contoh, teori kebenaran ilmiah dari kaum ”empirisisme ” dengan ”rasionalisme” yang saling bertentangan. Namun, terdapat teori ”sinstesis” yang menjadi penengah.

Kaum empiris berpendapat bahwa satu-satunya sumber pengetahuan manusia adalah pengalaman berdasar pancaindra. Sedangkan kaum rasionalis berpendapat bahwa satu-satnya sumber pengetahuan adalah akal budi manusia itu sendiri. Namun, sintesis menengahi kedua teori yang bertolak belakang ini. Sistesis menjembatani dengan menyatakan bahwa sumber ilmu pengetahuan berasal dari apa yang dapat menjadi manusia tetapi harus rasional atau masuk akal.

Tidak hanya teori yang mampu menemukan sebuah jembatan yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. Kita, yang kadang, bahkan sering kali pada posisi terjepit pun mampu mencari jalan tengah yang nantinya tidak memberatkan salah satu pihak. Ini bukan berarti kita abstain atau tidak memilih satupun diantaranya.

Ini hanya pendapat pribadi saya. Bagaimana dengan pendapat Anda?


Sumber: Keraf, A. Sonny dan Mikhael Dua. 2001. Ilmu Pengetahuan: Sebuah Tinjauan Filosofis. Yogyakarta: Kanisius.

No comments:

Post a Comment

Terima kasih telah berkunjung. Jangan lupa menulis komentar ya :)