Thursday 6 September 2012

#4 Di Tempo, Aku Belajar... Safari Stasiun dan Terminal

Banyak hal seru dan menarik yang terjadi ketika memasuki bulan Ramadan. Jelang musim mudik, semakin banyak cerita dikemas kota besar yang akan ditinggalkan penghuninya. Jakarta dengan mayoritas warga pendatang, menjadi salahsatu kota yang terlihat sibuk jelang Lebaran.
Foto: Tempo.co
Antrean calon penumpang di loket Stasiun Pasar Senen, Jakarta
Isu seputar mudik atau pulang kampung ini sangat dicari oleh kompartemen Metro di Tempo. Sebagai Magangers, aku pasti juga akan dilibatkan. Tanggal 19 Juli, setelah peliputan di Masjid Agung Sunda Kelapa, Mas Acil memintaku meluncur ke stasiun Gambir untuk mengecek kesediaan tiket kereta untuk mudik.

Hasil wawancara dengan kepala stasiun menunjukkan jika warga Jakarta sangat mengapresiasi adanya musim mudik ini. Pada tanggal itu yang menjadi H-30 Lebaran, seluruh tiket reguler untuk pemberangkatan hingga Lebaran, sudah ludes terbeli. Nggak aneh juga sih, karena aku juga membeli tiket kepulangan ke Semarang dua bulan sebelum Lebaran.

Tanggal 4 Agustus yang menjadi H-15 Lebaran, merupakan awal peliputan mudik yang sesungguhnya. Aku diminta Mas Acil meliput geliat mudik di Terminal Lebak Bulus dan Kalideres. Melalui email, Mas Acil masih membimbingku meliput mudik. Pertanyaan seputar kesiapan terminal, prediksi puncak mudik, armada bus yang disiapkan, sampai efek yang ditimbulkan dari habisnya tiket kereta pada beralihnya pemudik ke bus, menjadi sangat wajib dicari jawabannya.

Terminal menjadi tempat yang dekat dengan aktivitas calo. Ketika aku keluar dari halte busway dan berjalan ke kantor terminal, langsung banyak orang yang dengan sok akrab bertanya tujuanku ke mana. Mereka seperti tidak kenal bahasa penolakan yang diberikan orang. Gelengan kepala dan bahasa tangan seperti tidak mempan. Pikiran; Ya sudahlah, mungkin itu cara mereka mencari rezeki; dapat meredam rasa sebalku waktu itu.

Ada kenikmatan lho, ketika aku harus bersafari terminal. Aku suka melihat jalanan kota yang seperti nggak pernah mati itu. Ada aktivitas kendaraan yang sibuk bermain klakson, sampai penyapu jalan yang tetap bersemangat meski di tengah terik bulan Puasa di jalan. Semua pemandangan itu dapat aku temui ketika menumpang angkutan serupa bus atau busway. Tapi, yang paling aku suka ketika di bus adalah waktu yang panjang untuk tidur.

Contohnya, dari terminal Blok M menuju terminal Pulogadung. Dengan menumpang bus Mayasari Bakti, aku langsung tertidur di bus sepanjang perjalanan. Menumpang saat bus berangkat dan turun saat bus berhenti. Bisa dibayangkan, 1,5 jam bisa puas tidur di bus. Kalau berangkat dan turun di terminal bus, berarti kita turun di tempat yang mentok bus itu akan berhenti. Dijamin nggak akan nyasar deh. Itu kenikmatannya.

Hari-hari berikutnya, di antara peliputan isu ala Jakarta, ada juga selingan untuk mampir ke terminal dan stasiun. Uniknya, aku yang nggak tau apa-apa soal mudik, bisa sangat merasakan geliat yang terjadi. Aku pikir, ini hikmah magang di kompartemen Metro, jadi tahu tentang Jakarta.

Tanggal 9 Agustus yang menjadi H-10 Lebaran, merupakan waktu yang cocok buat melihat aktivitas di stasiun. Dalam liputan sebelumnya, kepala stasiun memang memprediksi aktivitas penumpang akan meningkat di H-10 Lebaran. Malam sebelumnya, aku sudah mendapat penugasan liputan ke Stasiun Pasar Senen dan Gambir dari Mas Acil, ketika masih di kantor. Wejangan peliputan juga diberikan, seputar isu-isu yang harus diperhatikan di lapangan. Waktu itu, aku juga mempertanyakan jadwal liputan besok yang hanya ke stasiun. Mas Acil menjawab; “Iya. Anggap saja itu safari stasiun.” Kreatif ya, hehe.

Bangun di tanggal 9 Agustus pagi, aku kembali berpikir tentang hari ini yang sudah masuk H-10 atau masih H-11. Beberapa orang terdekat, termasuk ayah dan mbak kos di Semarang, aku tanya tentang hari jatuhnya Lebaran. Jawaban yang aku terima ternyata bervariasi, ada yang bilang H-11 dan H-10. Dari segi kuantitas, banyak yang mengatakan H-11. Aku masih menunggu balasan pesan singkat dari ayah, tapi nggak kunjung ada.

Akhirnya aku menanyakan kembali penugasan liputan pada Mas Acil, dengan berasumsi waktu itu masih H-11. Aku yang sangat yakin hari itu masih H-11, dengan pede-nya mengirim SMS ke Mas Acil tentang tugas peliputan. Tetap ke stasiun atau akan digeser? Ternyata, tanggal 9 memang sudah masuk H-10, saudara-saudara! Aduh, malu banget rasanya. Dalam hati, ada juga lho, rutukan buat teman-teman yang menjawab H-11 Lebaran. Ya sudah, tanpa ba-bi-bu lagi, aku langsung beranjak untuk liputan ke dua stasiun itu.

Selama peliputan di H-10 Lebaran, aku sih masih terganjal ayah yang nggak balas SMS. Akhirnya, jawabannya yang berbunyi; “Hari ini H-10 Lebaran,” itu sampai ketika aku selesai liputan dan sudah kembali ke kantor. Alasannya, ayah kelupaan bawa hand phone (sangat sering dan itu kebiasaan buruknya). Aku yang sudah hampir kehilangan rasa dongkol akibat jawaban H-11, langsung teringat kembali dan meluapkannya pada ayah. Haduh, maapin Dian ya, Yah...

Dari safari stasiun itu, aku pikir aktivitasnya masih biasa saja. Ketika masuk H-7 Lebaran, baru sangat berasa kesibukannya. Tanggal 12 Agustus yang jatuh pada hari Minggu ini sebenarnya jadwalku libur. Tapi, karena tanggal 13 adalah hari terakhir magang, aku memang meminta jatah liputan. Ini juga bertepatan pada pembukaan posko keamanan di stasiun oleh menteri perhubungan.

Sebelum ke Stasiun Pasar Senen dan Gambir (again), aku harus meliput pemberangkatan muding bareng Sidomuncul di Kemayoran. Berangkat dari kos jam delapan, sementara acara mulai jam sembilan, sempat membuatku khawatir. Sampai di halte Harmoni, aku langsung keluar dan mencari ojek untuk sampai lokasi. Ternyata kawasan Pekan Raya Jakarta itu sangat jauh dari jangkauan angkutan umum. Pilihan jasa ojek memang tepat. Tapi, ini juga yang sempat membuatku panik, karena bingung menuju Pasar Senen dari PRJ harus bagaimana.

Aku meliput acara Sidomuncul tidak sampai selesai. Dengan buru-buru, aku bertanya pada petugas keamanan, dan ternyata bersedia membantuku mencari ojek untuk ke stasiun. Akhirnya aku bertemu ojek ketika jam menunjukkan jam 10 lebih. Padahal, jadwal peresmian posko itu jam 10 di stasiun Pasar Senen.

Hari itu, aku sangat mensyukuri jadwal acara yang serba molor. Acara pemberangkatan mudik bareng yang molor setengah jam, sampai peresmian posko di stasiun yang molor menjadi jam 11. Berapapun lama molornya, aku sangat mensyukurinya. Khusus waktu itu saja lho.

Sebenarnya, ada hal yang harusnya terpikir olehku sejak awal. Aku sudah tahu, jika yang akan meresmikan posko keamanan di stasiun itu Menteri Perhubungan, EE. Mangindaan. Ketika di PRJ, aku juga bertemu dengan Pak Menteri. Harusnya, aku juga berpikir, Pak Menteri akan meluncur ke Stasiun Pasar Senen setelah dari PRJ, kan? Ah, sudahlah, yang penting tidak telat liputan saja.

Di akhir magang, aku tetap bersafari terminal lho. Tapi kali ini, cukup satu tempat, yaitu ke Terminal Pulogadung. Di sana, aku sempat bingung mau liputan apa, karena sudah banyak berita tentang geliat mudik di terminal ini. Beruntung, waktu itu aku yang liputan bareng wartawan lain, mendapat kabar penempelan stiker harga. Syukurlah, aku pulang ke kantor dengan oleh-oleh berita lumayan, di samping berita standar (kenaikan jumlah penumpang).

Selama bersafari ini, banyak hal seru yang aku temukan. Aku beruntung, jadwal magangku bertepatan dengan bulan Ramadan, yang juga musim mudik bagi warga pendatang. Dari magang ini pula, aku bisa merasakan mudik, yang selama ini belum pernah aku rasakan. Setelah meliput geliat mudik, akhirnya aku berada dalam arus mudik yang ramai dicari pemburu berita. Nggak tahu kenapa, seperti deja vu...

1 comment:

Terima kasih telah berkunjung. Jangan lupa menulis komentar ya :)