Selama sebulan, aku sama sekali tidak
mengalami kebosanan akibat rutinitas magang. Pagi berangkat liputan, siang di
lapangan, sore pulang kantor, dan malam waktunya pulang kos. Monoton? Tentu saja
enggak. Justru sku dapat banyak hal baru ketika berada di lapangan dan kantor. Sangat
berwarna. Dari isu yang diliput, sampai tulisan yang dilaporkan.
Tapi dalam penulisan, aku masih
sering mengalami kebuntuan. Ketika pulang liputan dan redaktur meminta tulisan
segera, beberapa kali aku malah nggak konsen. Tapi, di situ sensasinya; dikejar
deadline. Aku sangat menikmati itu.
Magang menjadi seorang wartawan
“beneran”, memaksaku untuk menulis. Dulu sekali, sebelum aku mengenai dunia
itu, aku nggak suka menulis. Apapun itu. Ketika memasukkan kaki ke kolam jurnalistik,
aku masih jelas berkata; Aku nggak suka nulis. Namun, sekarang aku sudah bisa
berkata; Aku butuh nulis.
Tempo adalah benar-benar media
informasi, sehingga setiap fakta menjadi harus segera disebar, baik melalui
koran atau Tempo.co. Tempo bukan tugas kuliah yang ada waktu seminggu untuk
mengerjakan. Di sini, semua harus serba cepat. Nggak lagi dalam waktu sehari,
tapi jam, bahkan menit.
Dalam sehari, nggak cuma satu
lokasi peliputan, tapi dua, atau tiga, bahkan lebih. Sama halnya dengan tulisan
yang dihasilkan, bisa lebih dari jumlah lokasi peliputan yang didatangi. Aku suka
jalan-jalan ke lokasi peliputan yang baru, yang belum pernah aku kunjungi
sebelumnya. Ini berarti, aku suka liputan, tapi kalau menulis berita, tunggu
dulu...
Aku di sini sangat belajar
mengatur mood atau suasana hati. Sekarang,
aku masih perlu memotivasi diri untuk produktif menulis. Ketika mood menulis berita sedang tinggi ketika
selesai peliputan, aku langsung duduk, di mana pun itu, untuk langsung menulis.
Jika waktunya mepet, di sepanjang jalan menuju kantor, aku langsung membuat
coretan di kertas, sesuai outline dan
hasil liputan.
Berbeda ketika mood sedang kacau. Meski masih
kerepotan, aku terus berusaha mengaturnya. Aku memaksanya berkonsentrasi dengan
coretan yang ketika dalam kondisi ini, pasti terlihat huruf-huruf berlarian
nggak jelas. “Jam terbang” berpengaruh juga lho. Dulu, awal aku magang, menulis
sebuah berita bisa sampai satu jam. Tapi sekarang, aku sudah bisa menulis dalam
hitungan menit (10 menit-lah) untuk berita pendek bertipe straight.
Aku berpikir, jika memilih
profesi wartawan, berarti jangan mau dikendalikan mood. Sebaliknya, kita yang harus mengendalikannya. Menuruti mood yang buruk, berarti membuat
pekerjaan dilakukan setengah hati dan hasilnya, pasti nggak kalah buruknya dari
mood.
hai dian..
ReplyDeleteanda beruntung mendapatkan liebster award... disila mampir di http://ryuazalez.blogspot.com/2012/09/still-liebster.html#comment-form
untuk mengambil awardnya...