Di depan makam pahlawan Giri Tunggal. |
Apa kamu suka belajar sejarah? Eh, tidak suka? Kenapa? Oh,
jadi karena belajar sejarah selalu membosankan dan kuno, kamu jadi tidak suka mempelajarinya?
Sepertinya sejarah memang belum menjadi pelajaran favorit di
sekolah-sekolah. Aku mencoba “penelitian” singkat tentang pelajaran sejarah
dengan sampel teman-teman sendiri. Hasilnya, aku mendapatkan gambaran tentang
ketidaksukaan mereka tentang sejarah. Tapi, sebenarnya ada cara asik untuk
belajar sejarah, loh.
Sabtu, 6 September 2014, aku bersama Dhea, Vella, dan Ulil
berkesempatan belajar sejarah dengan cara yang benar-benar beda dengan suasana
kelas di masa sekolah. Kami belajar sejarah di acara Semarang Heritage Race.
Sebenarnya, acara Semarang Heritage Race adalah proyek karya
bidang teman kuliahku (Mamot, Tiwi, dan Jaza) yang bekerjasama dengan Komunitas
Pecinta Sejarah Lopen. Konsep belajar sejarah itu berupa tur keliling kota
sambil mengunjungi bangunan bersejarah di Semarang.
Apakah kalian tahu, di Semarang sangat mudah ditemui bangunan
kuno yang sarat sejarah. Sampingkan dulu gedung Lawang Sewu dan Gereja Blenduk.
Pokoknya selain dua bangunan yang sudah tersohor itu, ada lebih banyak bangunan
yang tak kalah keren. Sayangnya, keberadaan bangunan-bangunan kuno itu seperti
tersingkir. Nah, dari kondisi itulah Mamot dkk mempunyai misi untuk mengenalkan
kembali bangunan kuno di Semarang lewat acara ini. Soal pilihan lokasi yang
dikunjungi juga ada alasannya, yaitu mereka ingin menunjukkan bahwa bangunan
keren itu bisa diakses dengan gampang.
Ada 10 tim yang berpartisipasi, dengan anggota masing-masing
empat orang. Peserta tur diajak berkeliling kota menggunakan kendaraan umum,
kecuali ojek dan taksi. Konsep tur sejarah ini, sangat mengutamakan kecepatan
dan ketangkasan peserta.
Kesepuluh tim itu beradu cepat menyelesaikan tantangan agar
menjadi yang pertama sampai di finish. Setiap tim harus melewati lima pos, yang
di setiap posnya telah disiapkan berbagai permainan bernuansa sejarah. Hadianya
berupa potongan puzzle dan petunjuk menuju pos berikutnya. Nantinya, puzzle itu
bisa dirangkai menjadi kesatuan gambar yang utuh.
Kriteria yang dinilai meliputi kecepatan menuju pos,
kekompakan tim, jumlah puzzle yang berhasil dikumpulkan, serta sisa biaya
perjalanan. Strategi berhemat mutlak diperlukan, karena bekal perjalanan kami “hanya”
Rp 100 ribu. Kesannya lumayan besar ya, tapi kalau untuk transportasi berempat
menuju lima lokasi, ya, tetap saja ada kekhawatiran kurang. Oiya, selain uang
Rp. 100 ribu, kami juga dibekali empat botol air mineral, roti, dan permen.
Tur ini dimulai di komplek Makam Pahlawan Giri Tunggal, yang
juga menjadi pos pertama. Aku dan Vella sampai di makam pahlawan saat suasana
masih sepi. Jadi, kami memanfaatkan waktu dengan berkeliling makam. Dari sekian
banyak makam di sini, tokoh aku tahu hanya Dr. Kariadi.
Di pos pertama, kami di-briefing oleh panitia dan mendapatkan
petunjuk menuju pos kedua. Kami menjadi tim kedelapan yang berangkat menuju pos
kedua.
Menuju pos kedua, Makam Thio Siong Liong, sebenarnya kami
sempat kebingungan. Saat sudah di luar area makam pahlawan, petunjuk yang
terpecahkan hanya “Makam Cina”. Tapi beruntung, Ulil segera berujar, “Gedung
Wanita”. Sip, dari situ kami segera mempercepat langkah menuju Gedung Wanita.
Karena belum berhasil mendapatkan tumpangan dan merasa sayang jika harus
mengeluarkan uang, kami memilih berlari menuju lokasi. Di momen lari-larian
ini, sebenarnya aku tidak tega juga dengan Vella karena perutnya sedang
bermasalah. Maaf ya, Vella...
Di depan makam Thio Sing Liong |
Beruntung, di dekat Gedung Wanita ada panitia yang menyambut,
dan kami diarahkan menuju lokasi makam. Permaian di makam itu adalah
memindahkan kelereng secara maraton menggunakan sumpit. Dari permainan itu,
kami mendapat tiga potongan puzzle, dan petunjuk pos kedua. Kalau petunjuk kali
ini lumayan gampang ditebak: Taman Srigunting. Lokasinya di komplek Kota Lama,
yang jaraknya lumayan jauh dari Jalan Sriwijaya.
Kalau naik kendaraan, kami bisa dua kali pakai angkot. Tapi
ya, sekali lagi, sayang uangnya. Makanya, kami lebih mengusahakan tumpangan
saja. Paling tidak sampai separuh jalan, sehingga kalau pun harus naik angkot,
ongkosnya tidak terlalu mahal.
Sebelum berangkat, kami sempat bimbang dengan dua pilihan
rute: Jalan Pahlawan atau Peterongan. Akhirnya kami memilih rute Peterongan.
Vella, Dhea, dan Ulil sudah siap melangkahkan kaki. Tapi aku lebih siap
melampaikan tangan memohon tumpangan pada mobil pick up yang lewat. Usaha
pertama gagal, tapi usaha kedua berhasil. Mobil pick up hitam milik Pak Giarto
bersedia memberi tumpangan kepada kami.
Muka yang selalu sumringah di atas pick up. |
Kami termasuk kelompok yang tercepat sampai di Taman
Srigunting. Baru sampai di lokasi, kami langsung dapat penugasan berfoto di
depan Kantor Pos Lama yang lokasinya di komplek Pasar Johar dengan waktu lima
menit. Apa?! Cuma lima menit?!
Tidak ada waktu untuk protes atau nego. Kami langsung berlari
dan melambaikan tangan ke mobil pick up putih. Oke, berhasil. Kami kembali
mendapat tumpangan. Sesampainya di depan kantor pos, kami langsung berfoto.
Pulangnya, kami kembali melambaikan tangan minta tumpangan pick up. Aduh, kali
ini kami sampai agak frustasi. Susah banget! Ya, karena kami berdiri di tepi
jalanan yang sangat lebar, sehingga mobil pick up berjalan agak jauh dari kami.
Beruntung, ada mobil pick up pengangkut besi yang mau
mengangkut kami. Tapi, masalahnya, saat hendak kembali ke Taman Srigunting,
kami teringat bahwa jalur menuju dan dari taman, kondisinya terpisah. Kami
sudah sangat berterima kasih pada si bapak karena mengantarkan kami sampai di
tempat yang dekat banget menuju taman. Meski begitu kami tetap harus
berlari-larian agar segera sampai taman dan memamerkan hasil jepretan di depan
kantor pos.
Di pos Srigunting, kami segera dapat petunjuk menuju pos
berikutnya: Kantor KAI. Tapi.. sebelum berangkat ke kantor KAI, kami ada tugas citizen journalism tentang sejarah Pasar
Johar. Nah, ini nih yang bikin sedikit emosi.
Pertama, karena kami harus kembali lagi ke komplek Pasar
Johar. Menuju ke lokasi, tidak ada mobil yang memberi tumpangan, sehingga kami
harus berjalanan kaki. Kedua, sangat susah mencari orang yang bersedia
diwawancarai tentang sejarah Pasar Johar. Memasuki kawasan pasar, kami langsung
menyasar bapak-bapak yang berusia lanjut untuk ditanyai soal sejarah pasar.
Tukang kunci, tukang parkir, sampai yang sekadar nongkrong. Di antaranya sekian
banyak orang itu, tidak ada yang bersedia ditanyai. Akhirnya kami disarankan
bertanya di kantor pasar. Jadilah, hal menyebalkan ketiga adalah kami harus
bergumul dengan keramaian di tengah pasar menuju kantor. Artinya, akan banyak
waktu yang terbuang di dalam pasar!
Bersama Pak Taufik, Kepala Pasar Johar bagian Tengah |
Usai wawancara tentang sejarah Pasar Johar, kami segera
berlari menuju PT. KAI, yang berada di Jalan Thamrin. Kami berjalan sampai Jalan
Pemuda. Sampai situ, kami sudah sangat kelelahan.
Karena lokasinya di pusat kota, kami hampir tidak mungkin mendapat
tumpangan pick up. Akhirnya, kami memilih angkot. Aku nego, berempat seharga Rp
2 ribu. Iya, aku tahu itu keterlaluan, tapi bapak sopir mengizinkan.
Tapi, alangkah terkejutnya kami, saat ada miss komunikasi
dengan bapak sopir. Bapaknya mengira Rp 2 ribu per orang, sedangkan aku
memintanya Rp 2 ribu untuk berempat. Akhirnya, dengan nego yang luar biasa
gila, kami hanya mengeluarkan uang Rp 5 ribu untuk berempat. Aduh, hal
memalukan bukan dengan pak sopir, tapi karena penumpang lainnya menertawakan
kami.
Di depan kantor PT.KAI DAOP IV. |
Di kantor KAI, kami dipersilakan istirahat, dan menyerahkan
hasil wawancara tentang sejarah Pasar Johar. Setelah itu, kami kembali mendapat
petunjuk menuju pos terakhir berbunyi, “Makam Dr Kariadi”.
Kami menumpang mobil pick up yang telah memuat banyak barang
dan orang di belakangnya. Kami berbincang dengan bapak baik hati bernama Pak
Tukiman. Tapi, tumpangan itu hanya sampai di Taman KB (Taman Menteri Supeno).
Jadilah, kami berlari menyusuri jalur pedestrian Jalan Pahlawan yang teramat
panas di siang bolong menuju Taman Makam Pahlawan.
Puzzle Stasiun Tawang |
Kami menutup perjalanan itu dengan makan nasi kotak dan
dilanjutkan nongkrong bersama sambil minum es. Ah, sepanjang hari pembicaraan
kami tentang perjuangan menyelesaikan tantangan Semarang Heritage Race. Bahkan,
Ulil dengan bangganya membacakan puisinya yang terilhami dari dari acara itu.
Tapi, cerita tentang Semarang Heritage Race masih belum
selesai, karena ada malam awarding di Museum Ranggawarsito pada Senin, 8
September 2014. Selain awarding, di acara itu juga untuk peluncuran Duta
Museum, Museum Mart, peta lokasi sejarah Semarang. Momen awkward saat itu adalah
kami memakai pakaian kasual, sementara mayoritas tamu yang datang berpakaian
rapi-berbatik. Astagaa...
Penampilan Aljabar. |
Berkat Semarang Heritage Race, kami jadi ketagihan belajar
sejarah. Selain itu, melalui acara ini juga, ada pelajaran berharga yang kami
petik. Semua terasa ada benang merah, karena kami merasa banyak hal yang jodoh
banget. Kami juga semakin percaya, bahwa masih banyak orang baik di bumi ini,
yang kebaikan itu akan terus menular. Tumpangan pick up sampai empat kali sudah lebih dari cukup untuk dijadikan bukti, bukan?
*Maaf jika foto yang terpampang berupa foto narsis kami, karena aku tidak sempat mengambil banyak momen di acara ini.
Hehehe...hidup kelompok BERINGIN!! :D
ReplyDeleteDian, itu makam Thio Siong Liong. Kurang huruf "O".hihihi..
Hidup BERINGIN!!! *loh
DeleteOiya. Makasih diingatkan. Sudah diperbaiki.. :D
kalo aku ke semarang lagi, jadi guideku yah dian....
ReplyDeleteaku juga senang loh wisata sejarah. tp gada partnernya... huhu
Siap, Kak.. Dian akan ajak kakak keliling Semarang sampai puas, hehehe..
DeleteTapi kalau dian ke Tual, kakak jadi guide dian juga yak :D *aamiin. Semoga bisa ke Tual..
Wah.... keren nih permainannya mba Dian
ReplyDeleteHmm.... bisa jadi referensi untuk membuat diri tertarik akan sejarah
Sejarah memang asik kok. Apalagi ada banyak tempat bersejarah keren di Makassar :)
DeleteWah, keren acara "backpacking"nya. Belajar sejarahnya, hmm...belakangan. Yang lebih menyenangkan sih sebenarnya bisa nge-gembel bareng teman2. Apalagi dapat juara. Selamat! :D
ReplyDeleteBikin agenda sendiri aja, Mam. Di Makassar kan banyak tuh, lokasi bersejarah yang asik. Bisa berjelajah ke lokasi itu rame-rame pake pete-pete.. Tapi ya tetep, nggak bisa jadi juara kayak kami, hehehe
Deleteaku baru baca nih, thole bangettt hahaha :D selamat lah buat kitaa *salaman
ReplyDeleteHayo,,, Gimana reaksimu sewaktu baca tulisan ini? Pasti ngakak-ngakak enggak jelas, hahaha :D
Deletenah kalau di Jogja event yang sama namanya Raceplorer, kita menyusuri lokasi2 menarik di jogja dari petunjuk yang diberikan, bedanya para peserta yang ikut serta menggunakan sepeda, tahun depan yang ke3 lho
ReplyDelete;D
Wiiiiiihhh.. Seru tuh, keliling Yogya pakai sepeda. Kak Ranz pasti ikutan ya? Aku nunggu ceritanya aja deh. Kalau aku yang ikutan, pasti rempong banget tuh, bawa sepedanya dari Semarang, haha..
Delete