Aku perempuan,
dan aku bangga terlahir sebagai perempuan.
Kata
ibuku, perempuan adalah makhluk Tuhan dengan sederet keistimewaan. Keistimewaan
itu tercermin dari segi fisik, psikologis, atau reproduksi. Itulah sedikit
bayangan tentang anugerah Tuhan untuk perempuan. Aku juga ingat, ibuku pernah
melucu dan berkata: Perempuan bisa mengenakan baju apa saja. Perempuan bisa
pakai celana, sementara laki-laki tidak mungkin dong pakai rok seperti
perempuan. Iya, setidaknya itu tabu dilakukan di negeriku.
Di balik
keistimewaan yang tersemat pada diri perempuan, banyak pihak belum menyadarinya.
bahkan, mengabaikannya. Kita tahu, di dunia ini masih banyak praktik perdagangan
perempuan dan perbudakan seks, mutilasi genital anak perempuan, pembunuhan
janin berkelamin perempuan, pemerkosaan, serta pembunuhan atas nama “kehormatan
keluarga.” Aku yakin kalian mengetahui kondisi itu menimpa kaum kita. Cobalah untuk
tidak pura-pura tuli atas kasus itu. Berbagai pencideraan itu benar-benar ada,
baik yang dinilai sebagai kriminalitas atau sebuah tradisi.
Aku bahkan
sampai tidak mampu banyak berkomentar, ketika mengetahui kasus kekerasan pada
perempuan murni kriminalitas seperti pemerkosaan. Konyolnya, banyak dari pelaku
menyalahkan perempuan sebagai mengundang nafsu. Hal yang lebih mengerikan, ada
tradisi pengecilan kaki perempuan di pedalaman Cina demi mendapat penampilan
seksi sang anak perempuan dan pembakaran diri istri sebagai lambang kesetiaan pada suami yang
meninggal (sati). Dan, satu hal lagi, betapa di banyak negara miskin di dunia, lebih memprioritaskan kesehatan anak laki-laki dibanding perempuan. Tak hanya itu, jika sebuah keluarga memiliki makanan yang terbatas sementara punya banyak
anak, maka makanan itu akan diberikan pada anak laki-laki. Perlakuan semacam
ini, meski bukan suatu tindak kriminalitas, mampu menekan angka kesehatan
perempuan. Akibatnya, angka kematian bayi dan anak perempuan melesat jauh lebih banyak dibanding laki-laki. Itu sangat mengerikan.
Apa kalian
tahu, jika kekerasan pada perempuan telah terjadi sejak lama, bahkan tertulis
pula pada mitologi Yunani. Dikisahkan, Poseidon, sang Dewa Laut (atau pada
mitologi Romawi bernama Neptunus) melakukan kejahatan seksual berupa
pemerkosaan terhadap Medusa di lantai kuil Athena. Dengan posisi terhormat yang
dimiliki Poseidon, fakta seputar peristiwa itu terputarbalik. Hingga akhirnya,
Medusa dikutuk menjadi monster oleh Athena sebagai hukuman, sebelum akhirnya
dipenggal oleh Perseus.
Kala
mengetahui cerita ini, aku menyimpulkan betapa pandangan orang terhadap
perempuan bisa dibentuk oleh kaum laki-laki. Ini bisa berbahaya, karena tidak
semua kasus menempatkan perempuan sebagai pihak yang salah, dan sebaliknya. Singkatnya,
posisi seseorang di masyarakat dan gender, tentu saja, bisa memiliki kekuatan
luar biasa untuk menghimpun dukungan dari segi apapun, termasuk hukum.
Oh iya,
di berbagai media atau mendengar cerita secara langsung, banyak orang melakukan kekerasan terhadap perempuan karena mematuhi perintah
agama. Aku adalah orang yang beragama, dan aku kerap mendengar kasus ketidakadilan
gender dengan mengatasnamakan agama yang aku anut. Aku yakin, kalian juga
demikian. Tapi aku tidak percaya, bahwa agamaku, merupakan agama yang
misogini (membenci perempuan).
Di koran yang memberitakan sebuah
persidangan kasus kekerasan dalam rumah tangga, sang suami memberikan alasan melakukan
pemukulan karena mengikuti perintah pada Quran untuk mendidik sang istri. Lihatlah,
laki-laki itu mengatasnamakan agama. Andai aku berkesempatan bicara di
pengadilan itu, aku akan berteriak, laki-laki seperti itu adalah orang yang
bodoh dan terlalu cepat menafsirkan. Ini akan sangat berbaya. Aku ingat zaman
mengaji sewaktu remaja, guruku (seorang laki-laki) jelas sekali mengatakan,
bahwa sebelum melakukan pemukulan-ini juga teramat harus dihindari, mengajari perempuan atau istri dengan lisan
itu sebuah kewajiban. Dari sikap guru mengajiku itu, aku sangat yakin, agama
yang aku anut bukanlah misogini. Aku juga yakin, jika kekerasan fisik dalam
bentuk apapun adalah salah, terlebih oleh laki-laki pada perempuan.
Kasus
itu hanyalah satu contoh, dan masih banyak yang lainnya. Sadar jugakah, jika di
lingkungan kalian ada suami yang melarang istrinya bekerja, karena berpikir
istri yang salihah adalah perempuan yang berdiam di rumah? Aku yakin, laki-laki
yang berpikir seperti itu, pasti tertidur dan tidak mendengarkan waktu guru
agamanya bercerita bahwa Khadijah, istri Rasulullah adalah seorang pengusaha. Bersyukur,
ibuku tidak berpikir kolot seperti itu. Atau, poligami atas nama agama (dan
kasus di Indonesia, istri muda itu seorang gadis muda). Iya, Rasul memang
poligami, tapi semua istrinya adalah janda dan lebih tua darinya, kecuali
Aisyah. Lagi-lagi, penekanan terhadap perempuan itu mengatasnamakan agama. Aha,
barusan aku membaca tweet seorang news anchor (dia laki-laki) yang berbunyi:
Dear Poligami-ers, wanita (perempuan) dari rusuk pria, bukan rusuk-rusuk.
Bagaimana
komentar kalian? Ehm, aku berjanji untuk bercerita banyak tentang ini di lain
kesempatan.
Beragam
kekerasan berbasis gender itu bisa sangat dekat bagi kaum kita pada kelas
ekonomi rendah, bodoh, tanpa akses pelayanan publik, apalagi kalau dalam
struktur sosial-demografi berasal dari kalangan minoritas.
Ini bukan
masalah sepele. Bukan perkara mudah untuk menyelesaikan permasalahan itu. Kita tidak
bisa mengandalkan satu atau sekelompok orang melakukannya. Gunakan diri kita
(yang aku yakini sangat istimewa ini) sebagai penggerak diskriminasi berbasis
gender ini. Bukalah mata, telinga, dan hati kalian, jika banyak di antara kaum
kita (atau mungkin kalian sendiri) mengalami peristiwa yang merugikan mereka. Dukungan
sekecil apa pun pada lingkungan yang mengalami diskriminasi itu, akan bermakna
besar bagi mereka.
Aku hanya
bisa sedikit mendorong kalian agar lebih mensyukuri takdir sebagai perempuan. Percayalah,
ini anugerah dan bukan kutukan. Jika kebetulan kalian mengalami tindak
kekerasan itu, cobalah untuk vokal, karena aku yakin, banyak di antara saudara
sekaum kita yang peduli pada nasib sesamanya.
Salam,
Dian.
Intinya, semua manusia, sederajat di mata tuhan YME. ^_^ Dan saya percaya itu
ReplyDeleteSuatu kehormatan mendapat komentar dari akun Profesi Online. Terima kasih, dan saya setuju dengan kesederajatan itu. Tapi jangan ge er dulu deh ya, pasti ini ada penyalahgunaan akun... :D
DeleteWah, wah....kayaknya saya tahu nih siapa yang komentar di atas. #lirik2
DeleteImam: hey, kamu kan kadiv online-nya, berarti kamu tersangka utama. Kalaupun enggak, paling si Yasir. :D
Deletesaya kok mencium bauh pemberontakan yah....ckckck
ReplyDeletePemberontokana siapa dan dari siapa, bang? Ah, itu perasaan abang saja. Ini cuma hasil pemikiran biasa, yang dipengaruhi buku :)
Deleteseorang perempuan tenttunya kepada kaum adam...mudah-mudahan hanya perasaan saya....buku sih penting untuk referensi...tapi buku hanya sarana...kita punya pemikiran sendiri...memandang peristiwa...
Delete