Dian dan Vella |
Baru saja kamu mampir ke kos-ku
dengan air mata yang hampir menetes. Setelah duduk sebentar dan bercerita, kamu
dengan mudah menekan masalah itu. Aku yang mendengar saja langsung dongkol,
sementara kamu dengan kuat menahan air mata itu agar tidak menetes. Bahkan, kotak
tisu yang kusodorkan juga kamu kembalikan. Ah, iya, airmatamu memang terlalu
berharga untuk diteteskan. Aku tahu itu.
Ketahuilah, semangat semacam itulah
yang ingin aku contoh darimu. Aku selalu ingat kalimatmu yang menurutku sangat
super, “Hidup memang harus dibawa hepi kan, Di.” Aku lupa sih, kamu mengatakan
kalimat ini waktu kita dalam kondisi apa. Yang pasti, iya, memang seperti
itulah seharusnya. Tapi, butuh perjuangan agar bisa mendapatkan kebahagiaan
versi kita sendiri. Aku masih belajar untuk itu.
Ehm, bagaimana ya, awal persahabatan
kita? Yang pasti, aku sangat ingat momen nonton bareng di hari Kamis pada
minggu pertama kita kuliah. Itu jadi salah satu momen keren dalam hidupku, terutama
kala masih mengawali status mahasiswa. Di momen itulah, kita mulai ngobrol
banyak.
Waktu itu, sebanyak sembilan orang
mahasiswa baru nekat menempuh perjalanan dari Tembalang ke Simpang Lima demi menonton
Sang Pencerah. Kita menunggu bis Nugroho yang lamanya minta ampun, hingga
banyak yang ragu kebenaran rute yang dipilih. Semua itu demi menonton film
dengan motivasi yang sangat ajaib: membuktikan kaos Swallow Kyai Dahlan dan
gaya kerudung yang dipakai Nyai. Ah, ini kan gegara Mas Hedi yang mengkritisi
film itu di perkuliahan. Kerennya, dosen kece kita ini bisa menyadarkan para
mahasiswa yang masih polos itu tentang kaos dan kerudung yang tahun
kemunculannya jauh sesudah zaman Kyai Dahlan.
Itu zaman awal kita kuliah. Semakin lama
kita berada di kampus, semakin dekat pula persahabatan kita. Kini, kamu dan
Dhea menjadi partner hebat bagiku untuk menghabiskan waktu di kampus. Tidak
menyadari, kapan situasi mulai menyatukan kita bertiga. Tanggl 11 Juni akhirnya
menjadi hari bersejarah, karena saat itulah, semangat cita-cita kita melebur
bersama kokohnya Gunung Ungaran. Ya, saat itulah Three Journ dilahirkan.
Kita sama-sama suka kemping, naik
gunung, menghirup patrichor, nongkrong di bawah pohon ceri, anti sungai, dan
sederet kesamaan lainnya. Meski begitu, kita pun menyadari perbedaan yang ada.
Dari penampilan juga sudah menunjukkan perbedaan; kamu yang stylish, sementara
aku sangat berantakan. Perbedaan paling mencolok, jelas dong, soal tinggi
badan! Makanya, aku selalu memanggilmu ‘Ucil,’ hahaha.
Kamu masih ingat kan, dengan sederet
rencana yang belum terwujud. Dari keinginan membeli dan menyantap kue ulang
tahun sendirian, sampai menapaki puncak tertinggi di Jawa. Keinginan terbesar
kita, jelas dong, menjadi jurnalis hebat. Aku yakin rencana-rencana itu akan
tercapai dengan indah. Semoga...
*Ini adalah surat untuk Vella. Kamu sangat layak menerimanya, karena ketangguhan kamu mengendalikan situasi versi dirimu sendiri. Ini bentuk terima kasih atas semangat yang selalu kamu tularkan. Hebat!
ihh.. gue suka bangged bangged bangged dan give my best appreciate buat kalimat-kalimatnya dian, hehe semakin semangat lah buat jadi diri kita sendiri untuk yang terbaik :) semangat ndes !
ReplyDelete#preman sekseh
Iya, kita akan selalu bersama. Bertiga, dengan segala proses untuk menjadi lebih baik...
DeleteYa Allah,Dian..Sumpah terharu banget bacanya. Kata2nya menyentuh. Speechless lha jadinya.. :')
ReplyDeleteWell, thx for being my super bestfriend,Dian-Ucut :*
Syukur kalau kamu suka. Ini kan emang surat buat kamu. Aku bangga dengan kalian :)
Delete