Sunday 16 March 2014

Jika Aku Menjadi Anak-Anak

Soundcloud.com
Kapan ya, terakhir kali aku disebut sebagai bocah atau anak-anak? Yang pasti, lebih dari sepuluh tahun lalu. Kini, setelah sepuluh tahun berselang, kebahagiaan yang aku rasakan saat itu, apakah bisa dinikmati pula oleh anak-anak?

Memang, zaman semakin lama kian berkembang. Anak-anak zaman sekarang semakin bergelimang mainan modern. Tapi, di samping mainan modern itu, masihkah anak-anak dikenalkan dengan permainan tradisional semacam cublak-cublak suweng dan gobak sodor? Bagaimana pula dengan pada lagu anak dan daerah?

Ayah-ibu di rumah mengenalkan anak-anaknya pada permainan dan lagu apa? Oke, mungkin kalau di rumah, semakin jarang ayah-ibu yang sempat mengajak anak bermain. Tapi bagaimana dengan sekolah. Sekolah juga punya tanggung jawab mengajari anak pada permainan dan lagu yang layak mereka dengarkan. Setahuku, ada banyak pelajaran yang bisa diambil dari permainan dan lagu anak loh.

Dulu, sewaktu TK, Bu Guru mengajariku sebuah lagu. Bait pertamanya berbunyi, “Hutan, gunung, langit, dan bumi. Bulan, bintang, dan matahari. Semua ciptaan Ilahi, yang harus kita syukuri.” Dari lagu itu saja, anak-anak bisa belajar tentang kebesaran Tuhan yang mampu menciptakan karya maha indah, sekaligus diajak untuk menjaga kelestariannya. Aku coba cari lagu itu di mesin pencari Google berdasarkan liriknya (karena aku lupa judulnya), tapi tidak ada.

Aku juga pernah punya kaset kompilasi lagu anak. Kalau tidak salah, itu hasil lomba karya cipta lagu anak di Taman Mini Indonesia Indah. Kasetnya warna biru, yang dirilis tahun 1990-an. Salah satu lagu, liriknya berbunyi, “Mari kita ramai-ramai berdarmawisata. Naik gunung masuk hutan alangkah senangnya. Lihat kanan, lihat kiri, alangkah indahnya. Pemandangan alam serta udara yang segar.” Aku cari kasetnya di rumah tidak ada. Kalau pun ketemu, pasti sudah rusak. Dicari di Google juga tidak ada.

Selain lagu-lagu itu (yang bahkan penyanyinya aku tidak kenal), ada lagu-lagu populer tahun 1990-an yang bisa aku temukan di internet. Biasanya, lagu-lagu ini dibawakan penyanyi anak populer, pada masa itu. Coba kita (wahai para kelahiran 90-an) absen, penyanyi yang masih diingat siapa saja? Sherina, Joshua, Chikita Meidy, Trio Kwek-Kwek (Dhea, Alfandi, Leony), Saskia-Geovani, Maissy Pramashela, Cindy Cenora, Bondan, Eno Lerian, dan Tasya. Ada yang mau menambahkan?

Ada juga AFI Junior, yang muncul di awal 2000. Meski saat AFI Junior 1 dan 2 muncul aku sudah hampir masuk bangku SMP, ternyata aku masih mengikutinya loh, hahaha. Pesertanya ada Albert, Damai, Ari, Ubas, Calicta, Audi, Tata, Alika, Samuel, dan Tata. Sisanya, lupa.

Mengenai lagu daerah, sepertinya memang tidak ada matinya ya. Tapi ya, popularitasnya semakin turun. Hanya beberapa orang saja yang masih mengingat dan mampu menyanyikannya. Padahal, menurutku lagu daerah sangat menarik, karena tidak ada etnis di Indonesia yang tak memiliki karakter unik dari musik yang mereka nyanyikan.

Ada beberapa lagu daerah yang aku suka, karena maknanya bagus dan memang easy listening. Lagu anak, atau yang di Jawa disebut lagu dolanan, misalnya ada “Padang Bulan” dari Jawa Tengah, “Kampuang Nan Jauh di Mato” dari Sumatra Barat, dan “Cik Cik Periuk” dari Kalimantan Barat. Lagu daerah yang mengajarkan nasionalisme misalnya “Manuk Dadali” dari Jawa Barat. Lagu daerah yang menunjukkan kecintaan pada ibu, ada “Sio Mama” dari Maluku dan “Inang” dari Sumatra Utara. Lagu daerah untuk dewasa, tentang kegalauan semisal “Bubuy Bulan” dari Jawa Barat, “Anging Mamiri” dari Sulawesi Selatan, dan “Alusi Au” dari Sumatra Utara.

Mengenai lagu daerah, coba kita bayangkan perjuangan bangsa ini menyebarkan lagu-lagu daerah. Ada RRI dan TVRI, yang menyebarkan ratusan lagu daerah ke seluruh negeri. Bahkan, negara sampai mendirikan Lokananta untuk merekam dan memperbanyak lagu daerah dalam bentuk piringan hitam. Lokananta ini yang bertugas memproduksi dan menyuplai lagu daerah untuk seluruh RRI seluruh Indonesia, sehingga masyarakat bisa tahu lagu dari berbagai daerah.

Sampai sekarang, aku masih mendengarkan lagu-lagu itu. Lagu anak dan daerah masih ada di playlist yang aku dengarkan. Setidaknya ada 70 lagu yang terdiri dari lagu anak dan daerah itu.

Sebenarnya, ada juga sih, penyanyi anak zaman sekarang yang eksis. Tapi sayangnya, mereka menyanyikan lagu, yang liriknya sudah merambah isu cinta-cintaan, khas orang dewasa. Oiya, penyanyi anak yang menyanyi lagu anak, ada juga sih. Umay Shahab. Albumnya dijual di kedai ayam goreng. Bagus juga.

Nah, yang baru rilis 2013 lalu, ada album projek Erwin dan Gita Gutawa, berjudul Di Atas Rata-Rata. Album ini berisi 10 lagu yang dinyanyikan 13 anak, dengan suara yang benar-benar di atas rata-rata. Lagunya bagus-bagus. Ada yang lagunya memang bagus, ada juga yang karena gubahan baru lagu-lagu di album itu jadi terasa enak didengar. Di album itu, aku paling suka lagu “Jangan Remehkan”, “Damai Bersamamu”, dan “Di Duniaku”.

Aaaah, jika aku menjadi anak-anak, aku akan memohon pada para pencipta lagu di Indonesia agar lebih sering membuat lagu yang benar-benar layak untuk anak-anak. Aku akan memohon pada televisi dan radio untuk membuat program bagi anak-anak. Aku juga akan memohon pada ayah-ibu dan sekolah, agar mereka mengajariku permainan serta lagu anak dan daerah. Aku benar-benar ingin menjadi “anak-anak”.


2 comments:

  1. "sore-sore padang bulan, ayo kanca podo dolanan.. rene-rene bebarengan, kanca kabeh yo do gegojekan" hahaha tebak laguu, itu judulnya apa diii??? ^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ah itu mah lirik awalan lagu Gethuk. Yang lanjutannya ini kan: kae-kae rembulane. Yen disawang, kok ngawe-awe. Koyo-koyo ngelingake, konco kabeh ojo turu sore-sore. Asik ya lagunya, hehehhee

      Delete

Terima kasih telah berkunjung. Jangan lupa menulis komentar ya :)