Penampilan penari sufi dari Kampung Arab |
Acara yang ditujukan untuk mempromosikan potensi
kesenian Semarang ini memiliki lima panggung kesenian yang dipasang di sepanjang
Jalan Pemuda, dengan panggung utama di muka Balai Kota. Setiap etnis yang
penamaannya menggunakan “kampung” ini juga disediakan sebuah panggung untuk
mementaskan kesenian khas etnik tersebut.
Pandanaran Art Festival yang pertama kali digelar pada empat tahun lalu
ini, dibuka dengan penampilan tarian gabungan empat etnis yakni Jawa, China,
Arab dan Belanda yang diramu menjadi tarian nusantara. Misalnya, tarian Warak
Ngendog, Sufi, Tangan Seribu, dan Klompen dance.
Setiap etnis menampilkan kesenian khas di panggungnya masing-masing.
Kampung Jawa menampilkan kesenian seperti musik keroncong dan gambang Semarang.
Kampung Cina tampil dengan Liong Samsi, Wayang Potehi, dan karaoke khas
Mandarin. Kampung Arab menampilkan musik gambus, marawis, dan tari Japin. Sementara
Kampung Belanda menampilkan tari Polka dan pakaian tradisionalnya.
Tidak hanya panggung kesenian, Pemerintah Kota Semarang juga ingin
mengangkat produk kreatif masyarakat dengan membuka stand. Banyak barang yang
dipamerkan, mulai dari batik, makanan, hingga perkakas rumah tangga.
Kepadatan pengunjung mulai terasa sejak sore hari. Nur Aini (32),
pengunjung festival, menyatakan apresiasinya. Ia yang datang bersama keluarga
merasa terhibur dengan adanya panggung kesenian itu. “Acaranya bagus. Anak-anak
suka,” katanya. Ia juga penambahkan, ini kali kedua keluarganya mengunjungi
Pandanaran Art Festival.
Acara yang bagus sebagai sarana untuk pemersatu di tengah krisis ya^^
ReplyDeleteVey dan Dhea: yuhuu.. warga Semarang sangat perlu nih, hiburan gratis nan mendidik macam PAF. Tahun depan, kita ke sana lagi yoh..
Deletesalut deh untuk pemkot semarang yg kreatif selain dari aspek pembangunan juga aspek seni budayanya :)
ReplyDeleteIya, berkesan banget dah. Tahun depan, kita kesana bareng yak :D
Deleteditambahkan atau ditampilkan foto (dokumentasi) jd pembaca makin menikmati cerita pengalaman yang kamu suguhkan :)
ReplyDelete*eh, ini reportase citizen journalism bukan cerita pengalaman ya hehe
Hehehe, iya mbak.
DeleteFoto, bentar lagi deh ya. Ini juga masih bergumul dengan net yang lemot mbak, :D
wah keren ya...
ReplyDeleteLiong samsi? wayang potehi? gak tahu
ReplyDeleteMakanya, dateng ke acara dong, Ded. Tahun depan, bakal digelar lagi kok. Kan acara tahunan..
Deletewah kalo konsep 'art' disini diperluas mungkin bisa jadi event seni nya kota semarang, misal ada juga pameran seni lukis, kerajinan tangan, instalasi seni. dll. semoga semarang seninya makin maju!
ReplyDeleteYes, setuju deh, sama Jaza. Sebenarnya acara itu hampir sepanjang jalan lho. Kalau idemu tertuang, bisa makin meriah dong.. waw banget tuh.
Deletewah keren!! sering2 aja pemkot ngadain event seni seperti ini..bagaimanapun juga budaya indonesia khususnya semarang harus dilestarikan :)
ReplyDeleteSippp. warga Semarang butuh hiburan yg keren dan kreatif. kamu belum pernah ikut kan? tahun depan, kita lah, yg ikut meramaikan :)
DeleteSoal tulisan sih nggak usah diragukan lagi nih :D
ReplyDeletegambarnya kalo diperbanyak lebih cetar membahana badai kayaknya
Wah, memang kata orang, pesan lewat gambar bisa lebih nyantol di otak yak, hehe..
DeleteKeren. Aku belum pernah loh nonton begituan. Tulisanmu, jadi bikin tambah pengen nonton.. Lebih bagus lagi kalau fotonya ditambah. Susah sih dapet foto penari brgerk begitu. Haha.
ReplyDeleteWah, makanya, tahun ini kita datang ke sana yak.
DeleteFoto,,, ini termasuk yang aku banggakan lho. Dengan kamera digital 10 mp, motret penari sufi yang muter terus, dan di waktu malam hari, butuh kesabaran lho. Dan, jeng jeng... jadilah foto seperti ini :)
bener acara ini bagus banget hlo, aku juga kesana :D tapi sayang sekali apa yang dikatakan Jaza belum tertuang diPandanaran Art, coba aja ada pasti tambah seru :D , Dian fotografimu bagus bangetaku skaa, padahal kan susah dapet objek yg selalu bergerak spti penari Sufi.. Great job :D
ReplyDeletelestarikan terus budaya sulsel :)
ReplyDelete