Sunday 13 December 2015

Mencoba Berjodoh


Disclaimer: Tulisan ini bukan tentang percintaan. Sama sekali bukan. Tulisan ini sekadar pikiran iseng yang kebetulan lewat di kepala. Jika mengharap tulisan tentang cinta, yang saya benar-benar tidak mampu membuatnya, silakan langsung ditutup saja halaman ini.

Jodoh. Setiap orang bisa mengharapkan dirinya berjodoh dengan suatu hal. Tentunya yang diharapkan menjadi jodoh adalah hal yang baik-baik. Terlepas dari keinginan yang kita segera bertemu jodoh, tetap Tuhan-lah yang akan mengatur semuanya. Setiap orang bisa memimpikan jodohnya, yang kehadirannya bisa terinspirasi dari mana saja. Lagi pula, memimpikan jodoh sama sekali tidak berdosa.

Pada kenyataannya, setiap hal di dunia ini terjadi berdasarkan takdir yang berasas kejodohan. Setiap hal, apa saja, yang melibatkan dua pihak tidak akan bertemu jika tidak berjodoh. Jodoh ini tidak melulu soal pasangan ya, karena jodoh juga menyangkut hal-hal kecil yang kita inginkan. Contoh sederhananya, buku. Ya, saya ingin mencontohkan beberapa usaha saya berjodoh dengan buku.

Saya Insaf


Baiklah, judulnya memang kelewat lebay. Saya hanya bingung harus memberi judul apa untuk tulisan ini.

Pekan ini, saya diundang mengikuti tes seleksi dan wawancara untuk mengisi posisi reporter di sebuah radio. Setelah saya memperkenalkan diri, seorang pewawancara (dari tujuh pewawancara) bertanya seputar aktivitas ngeblog yang saya jalani sejak 2012. Pewawancara ini, yang sayangnya saya tidak tahu namanya, langsung menyebutkan bahwa tulisan terakhir saya di blog diposting pada 5 Mei 2015. Astaga. Itu artinya sudah tujuh bulan saya tidak memposting apa-apa di blog. Sementara sekarang kita sudah berada di pengujung tahun.

Saat ditanya alasan lama tak menulis di blog, saya cuma bisa nyengir. Jujur saja, saya bingung mau menjawab apa. Kemudian ada pewawancara lain yang ikut bertanya, “Kamu sibuk ya sampai tidak sempat nulis di blog?”. Saya semakin kesusahan menyusun jawaban. Sibuk? Tentu saja bukan itu alasannya.

Wednesday 6 May 2015

Awas Gula!

Saat ini, penyakit gula atau diabetes memang menjadi momok di masyarakat. Penyakit ini tidak mengenal usia, yang berarti siapa saja bisa terkena diabetes. Kata dokter, penyakit itu bisa disebabkan faktor keturunan atau kebiasaan konsumsi gula yang melebihi kebutuhan tubuh. Nah, oleh ibu, saat ini saya sudah diminta mewaspadai diabetes.

Ibu tersadarkan soal bahaya diabetes karena kebiasaan saya makan makanan manis, ditambah kedua orang tuanya (kakek-nenek saya) diduga menderita diabetes. Bagi ibu, kedua hal itu langsung jadi lampu kuning soal konsumsi makanan manis.

Tuesday 5 May 2015

Otak Saya Malas Mikir

Bisa jadi tulisan ini adalah sebuah pengakuan, tentang otak saya yang begitu malas berpikir. Iya, otak saya termasuk otak yang pemalas. Dia suka malas melaksanakan tugasnya untuk berpikir. Padahal tugas otak kan memang untuk berpikir.

Ada beberapa hal yang bisa bikin otak saya sebal dan ngambek untuk berpikir (beberapa saat). Pertama, saat menemukan dan harus menghitung angka-angka. Tapi sepertinya, kalau soal angka, saya tidak sendirian, haha. Sedangkan yang kedua, saat menemukan singkatan dan akronim. Baiklah, jika menemukan akronim sih masih lumayan, karena lebih mudah dilogika. Nah, kalau singkatan, apalagi yang belum umum? Duh, ini sering banget bikin sebal.

Tuesday 17 February 2015

Saya Cinta Rupiah

Uang lusuh dan uang receh.
Sekitar dua bulan di pengujung tahun lalu, saya tiba-tiba teringat lagu Aku Cinta Rupiah yang dinyanyikan Cindy Cenora. Saat itu, kondisi rupiah yang semakin terpuruk menjadi isu pemberitaan di media massa. Kondisinya, mirip dengan masa krisis moneter yang juga berbarengan dengan tumbangnya Orde Baru tahun 1998. Pada masa itu, masyarakat berlomba-lomba menimbun dolar dan menarik tabungan di bank dalam negeri untuk dipindahkan ke luar negeri.

Sempat berniat menulis tentang anjloknya rupiah, tapi saya urungkan. Saya tak banyak mengerti tentang uang. Hampir buta, malah. Nah, beruntung, saat ini saya tetap bisa menulis tentang uang. Bukan tentang kondisi rupiah di mata dunia, tapi tentang cara kita sebagai warga negara Indonesia menghargai mata uang.