Monday 31 December 2012

Ngadirgo, Kampung Jamu Gendong

Suhanah bersiap menjajakan jamu.


Telah lama jamu menjadi obat tradisional masyarakat Indonesia. Sejak berabad tahun lalu, para nenek moyang telah berkreasi memanfaatkan beragam tanaman untuk dijadikan obat. Kini, di tengah gempuran obat modern dan jamu buatan pabrik, ternyata jamu tradisonal masih terjaga. Salahsatunya, di Desa Ngadirgo.

Empat Etnis di Panggung Pandanaran Art Festival

Penampilan penari sufi dari Kampung Arab
Pemerintah Kota Semarang kembali menggelar festival kesenian pada 15-16 Desember. Acara yang bertajuk Pandanaran Art Festival ini diselenggarakan di sepanjang Jalan Pemuda. Di sana, tersaji paduan kebudayaan yang ditonjolkan Semarang, yaitu etnis Jawa, Cina, Arab, dan Belanda.

Kuli Panggul Perempuan, Keibuan di Balik Ketangguhan

Narti tengah menggendong kubis. Dalam sekali gendong,
 beban di punggungnya  bisa mencapai 70 kilogram.
Matahari masih belum menampakkan sinarnya, namun Pasar Johar sudah mulai bergeliat. Aktivitas bongkar muatan barang menjadi yang paling kentara. Ketika bongkat muat itulah para kuli panggung beraksi. Salahsatunya Asih Minarsih, 52 tahun.

Saturday 22 December 2012

Happy Mothers Day, Mom

Mama, mama you know I love you
Mama, mama you’re the queen of my heart
You’re love is like tears from the stars
Mama, I just want you to know
Loving you is like food to my soul

Monday 10 December 2012

Asah Kreativitas dengan Berhias Cupcakes

Seorang peserta workhop mencoba menuang adonan  pada demo 
pembuatan cupcakes bersama Seni Rasa, Selasa, 4 Desember 2012.


Semarang - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Undip bekerjasama dengan kedai Seni Rasa menggelar acara bertajuk “Workshop and Desain Cupcakes” Selasa, 4 Desember 2012. Acara yang berlokasi di ruang teater Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ini digelar untuk memenuhi tugas mata kuliah Marketing Public Relations.

Tuesday 4 December 2012

Pasar Kaget, Pesona Tersembunyi Jakarta



Suasana pelataran masjid yang dibuka Pasar Kaget
Banyak hal menarik terkait keramaian, terlebih di kota metropolitan sesibuk Jakarta. Di tengah aktivitas yang kian padat, masyarakat jadi semakin kreatif memaksimalkan fungsi setiap tempat dan kesempatan. Pemaksimalan ruang publik itu seperti menggelar pasar kaget pada lokasi yang ramai orang.

Peluang membuka lapak pada pasar kaget, dilakukan oleh banyak pedagang kaki lima di Jakarta. Di lahan seperti trotoar, halaman gedung, stadion, atau rumah ibadah, bisa disulap menjadi pasar, dengan keramaian yang tidak kalah dari pasar tradisional. Salahsatu tempat yang rutin digelar pasar kaget adalah Masjid Agung Sunda Kelapa,  kawasan Menteng Jakarta. 

Monday 3 December 2012

Meraba Dunia Perbankan di Museum Bank Mandiri

Jakarta dikenal dengan kota metropolitan. Namun, di balik label metropolitan itu, Jakarta memiliki banyak peninggalan yang lengkap dengan unsur sejarahnya. Jika ingin menyaksikan Jakarta dari sisi itu, maka Kota Tua dapat menjadi pilihan destinasi pertama. Kawasan ini sering disebut warga Jakarta hanya dengan kata “Kota.” 
Pintu masuk Museum Bank Mandiri

Monday 5 November 2012

Kapan Terakhir Kita Baca Bobo?

Majalah atau bahan bacaan bisa menjadi bahan yang menarik untuk belajar. Lebih dari sepuluh tahun yang lalu (aku asumsikan yang baca tulisan ini seusiaku), kita mengenal majalah keren yang ternyata masih populer sampai sekarang. Yes, majalah itu bernama Bobo. Majalah mingguan yang bisa menghipnotis sekaligus mencerdaskan anak Indonesia. #ceileh
Antara Bobo dan Intisari. Hayo, pilih mana...?

Friday 2 November 2012

Sehari Belajar Budaya dengan Grebeg Besar

Hari raya Idul Adha tahun ini bertepatan dengan ujian tengah semester. Pertepatan tanggal itu, sama sekali nggak asik. Aku dan teman-teman di kampus dibuat kebingungan menentukan jadwal pulang kampung, karena masih harus memikirkan ujian. Pokoknya, aku sudah tentukan, tahun ini harus Lebaran Haji di rumah, setelah dua tahun sebelumnya cuma bisa di kos.
Ini dia, foto yang aku kumpulkan ke Mas Bayu.

Ketika Harus Berkacamata...

Aku nggak mau berkacamata! Sejak masih kecil, aku nggak menginginkan kaca mata. Sama sekali. Sudah banyak dari keluarga besarku yang berkacamata. Aku merasa ada ketidaknyamanan ketika melihat orang berkacamata. Sekarang, aku harus jadi salahsatu dari mereka yang berkacamata.

Kaca mata merah.

Saturday 22 September 2012

#7 Di Tempo, Aku Belajar... Manajemen Waktu (Tidur)

Aku pernah malu banget dengan Mas Acil karena bangun kesiangan. Waktu itu tanggal 2 Agustus, dan jam 07.30 pagi, ada SMS dari Mas Acil yang menanyakan alamat email. Tapi, aku baru bangun, buka SMS, dan membalasnya setengah jam kemudian. Saat itu, aku masih berjuang mengumpulkan nyawa dari tidur yang hanya 2 jam 30 menit. Nggak berapa lama (dua menit), ada balasan dari Mas Acil; “Coba cek, saya sudah kirim. Kabari ya.”

Monday 17 September 2012

#6 Di Tempo, Aku Belajar... Kebutuhan Menulis

Tempo bekerja dengan menulis. Media itu berbagi informasi melalui tulisan. Ketika aku di sana, berarti aku harus menulis berita. Menuliskan fakta dengan kemasan yang Tempo “mau”.

Selama sebulan, aku sama sekali tidak mengalami kebosanan akibat rutinitas magang. Pagi berangkat liputan, siang di lapangan, sore pulang kantor, dan malam waktunya pulang kos. Monoton? Tentu saja enggak. Justru sku dapat banyak hal baru ketika berada di lapangan dan kantor. Sangat berwarna. Dari isu yang diliput, sampai tulisan yang dilaporkan.

Sunday 9 September 2012

#5 Di Tempo, Aku Belajar... Mengendalikan Emosi

Selama magang di Tempo, aku mengalami banyak peristiwa unik dan baru pertama kali. Tempo berbeda dengan kuliah. Isu yang diliput juga berbeda dengan yang aku terima di bangku kuliah. Isu di sini yang langsung berkaitan dengan “masyarakat”, terlebih Jakarta, menjadi pengalaman baru.

Nggak ada liputan yang nggak meninggalkan kesan. Kenangan tentang peristiwa dan isu yang diliput, akan lebih diingat jika menumbuhkan emosi tertentu. Senang, sedih, takut, marah, semua bisa dirasakan ketika di lapangan. Selain pengalaman yang aku tulis di #3 Di Tempo, Aku Belajar... Jurnalisme Empati , ada banyak kejadian lain yang mengaduk emosi.
Ilustrasi

Friday 7 September 2012

Perempuan, Kita Punya Pilihan...

Kami mengawali Kamis, 6 September 2012, dengan kuliah Komunikasi Gender. Pukul 06.30, sudah banyak mahasiswa yang memadati kelas B104. Pada jam yang menurut saya sangat pagi itu, kami menanti kedatangan Mas Narto. Dia dosen yang di mata kami, seorang yang rajin meneriakkan hak-hak perempuan.

Kuliah masih berjalan biasa saja, berkisar kilas materi dan kontrak kuliah. Di awal pertemuan ini, Mas Narto mulai memperkenalkan mata kuliah yang akan kami jalani satu semester ke depan. Kepada kami, dia telah menularkan virus semangat perjuangan perempuan.

Foto: google.com

Thursday 6 September 2012

#4 Di Tempo, Aku Belajar... Safari Stasiun dan Terminal

Banyak hal seru dan menarik yang terjadi ketika memasuki bulan Ramadan. Jelang musim mudik, semakin banyak cerita dikemas kota besar yang akan ditinggalkan penghuninya. Jakarta dengan mayoritas warga pendatang, menjadi salahsatu kota yang terlihat sibuk jelang Lebaran.
Foto: Tempo.co
Antrean calon penumpang di loket Stasiun Pasar Senen, Jakarta
Isu seputar mudik atau pulang kampung ini sangat dicari oleh kompartemen Metro di Tempo. Sebagai Magangers, aku pasti juga akan dilibatkan. Tanggal 19 Juli, setelah peliputan di Masjid Agung Sunda Kelapa, Mas Acil memintaku meluncur ke stasiun Gambir untuk mengecek kesediaan tiket kereta untuk mudik.

Tuesday 4 September 2012

#3 Di Tempo, Aku Belajar... Jurnalisme Empati

Menjadi wartawan tidak selamanya kaku dan formal. Wartawan harus mengetahui momen di mana dia bersikap kaku dan sebaliknya. Ketika di lapangan, wartawan tidak hanya mengejar berita, tapi juga mempelajari apa yang dia temukan.

Tanggal 27 Juli, aku diminta melihat kondisi korban kebakaran di Jembatan Besi, Tambora. Menuju lokasi itu, ternyata lumayan sulit. Berangkat dari Kebayoran, aku memilih busway karena alasan kepraktisan. Namun, rute jalan yang membingungkan, akhirnya membuatku melanjutkan perjalanan menggunakan angkot dua kali.
Foto: Antara

#2 Di Tempo, Aku Belajar... Profesi Wartawan

Setelah mengikuti acara launching Menjadi Indonesia dari Tempo Institute (Baca: #1 Di Tempo, Aku Belajar... Keluarga Baru ), aku datang ke kantor Tempo di Kebayoran pada Senin, 16 Agustus. Mbak Mardiyah, Mbak Icha, dan awak Tempo Institute lainnya yang tahu aku berminat di jurnalistik, langsung mengusahakan agar aku bisa magang di redaksi Tempo.
Di akhir magang, Dian berfoto bersama Mas Acil, Mas Seno, Pak Komang, dan Mas Yandi (dari kiri).
Sedangkan anggota keluarga lainnya, berfoto terpisah.

#1 Di Tempo, Aku Belajar... Keluarga Baru

Sebulan berada di Tempo, kompartemen Metro, ada banyak pelajaran yang aku terima. Mulai dari penerapan ilmu jurnalistik, penulisan berita, sampai suasana kerja wartawan yang baru kali ini aku rasakan.

Magang ini dimulai tanggal 12 Juli lalu, dan aku mengawalinya dengan bergabung di acara launching Menjadi Indonesia. Program ini merupakan sebuah kompetisi esai mahasiswa, yang intinya merangsang pemuda bangsa berpikir untuk kemajuan negerinya. Acara tahunan yang digelar sejak 2009 itu diadakan oleh Tempo Institute lho, tempat aku magang.
Foto: tempo-institute.org
Pengisi acara launching Menjadi Indonesia

Wednesday 1 August 2012

Liputan adalah Belanja, Menulis adalah Memasak

       Analogi meliput dan menulis berita adalah berbelanja di pasar dan memasaknya. Apa yang kita beli di pasar, tidak mungkin semua bahan bisa dimasak seketika. Akan jadi apa masakan itu, jika semua bahan dan bumbu yang kita temukan di pasar masuk dalam satu panci?
foto: google.com

Wednesday 25 July 2012

Pengamen

Di zaman yang kata orang serba sulit ini, beragam pekerjaan dilakukan untuk meraih penghasilan. Kebutuhan pokok yang harganya kian naik, memaksa sebagian orang rela melakukan pekerjaan “kasar”. Lalu lalang di jalanan yang keras, panas, dan berdebu, telah menjadi keseharian orang yang mendapat rezeki di sana, pengamen salah satunya.

foto: google.com
 Pengamen berasal dari kata “amen” yang menurut kamus Bahasa Indonesia merupakan penari, penyanyi, atau pemain musik yang tidak tetap tempat pertunjukannya, biasanya mengadakan pertunjukan di tempat umum dengan berpindah-pindah. Di kota besar, akan banyak jenis pengamen yang dapat ditemui.

Saturday 21 July 2012

Membentuk Komunitas di Pasar Kaget

Serba-serbi suasana keramaian memang selalu menarik untuk ditengok. Bagaimana orang-orang mulai membentuk komunitasnya dan saling berkomunikasi dengan komunitas lain. Kondisi yang menyejukkan mata, paling tidak terjadi pada saya, di tengah bentuk kemajemukan masyarakat.
Jumat (20/7) siang kemarin, saya diminta liputan ke Masjid Agung Sunda Kelapa (MASK), di daerah Menteng, Jakarta. Hampir pukul 10.00, pesan singkat dari redaktur yang meminta saya liputan, akhirnya tiba. Dengan sigap, saya yang waktu itu sudah di kantor, membuka maps.google untuk mencari lokasi MASK itu. Bermodal petunjuk maps dan tanya sana-sini, akhirnya saya meluncur ke MASK.
foto: antaranews.com
Masjid Agung Sunda Kelapa. Gerbangnya cantik yaa,,


Monday 16 July 2012

Intelek dan Pengalaman

Sebenarnya, apa yang memotivasi kita untuk mau sekolah, atau bahkan kuliah? Apa yang kita cari di bangku kuliah? Apakah “sesuatu” yang kita temukan di sana nantinya akan berguna? Sebesar apa jaminan yang diberikan sebuah “bangku” hingga sering terjadi rebutan untuk mendapatkannya?

Semua pertanyaan itu sering hinggap di kepala saya. Saya pikir, teman-teman juga demikian. Tapi, saya kembali disentakkan dengan berbagai pertanyaan itu ketika mengikuti kuliah umum bersama Dahlan Iskan di kampus. Sepertinya, menteri nyentrik ini punya solusi yang menurut saya sangat sesuai dengan yang saya harapkan. Mudah-mudahan untuk teman-teman juga demikian.
foto: google.com

Friday 13 July 2012

Pesona Kota Tua

 Cerita sebelumnya: Liburan ala Kami

Vella, Dhea, dan saya, terbangun ketika matahari sudah muncul. Butuh waktu lama bagi kami mengumpulkan seluruh nyawa dan menjaga mata tetap terbuka. Sarapan dan mandi menjadi aktivitas pertama di rumah Vella.

Setelah kami kembali wangi, perjalanan pertama siap kami lakukan. Keluar komplek perumahan, kami segera menumpang angkot dua kali untuk sampai di Terminal Kalideres. Busway menjadi alat transportasi kami selanjutnya. Cukup membayar Rp 3,5 ribu, kami akan diantarkan menuju Kota, dengan transit di Harmoni.

Menyebut nama Kota, pasti Kota Tua sudah ada di kepala. Butuh waktu dua jam bagi kami menuju lokasi itu, dari rumah Vella. Keluar dari shelter, kami langsung memasuki Museum Bank Madiri, yang menjadi museum perbankan pertama di Indonesia. 
Pintu masuk Museum Bank Mandiri


Liburan ala Kami

Semakin dekat, semakin dekat, dan semakin dekat. Dua kata itu yang saya pikir bisa mendeskripsikan waktu dan persahabatan. Agak konyol ya, tapi biar saja lah. Bukankah kekonyolan memang diciptakan untuk bisa ditertawakan, hehe.

Senin (9/6) pagi, saya dan dua sahabat, Dhea dan Vella, sudah disibukkan dengan segala pekerjaan take home untuk ujian akhir semester ini. Mata kuliah Produksi Studio dan Penulisan Berita Penyiaran menjadi mata kuliah take home dengan pengumpulan hari Senin itu. Sejak pagi, sibuk menyunting dan bolak-balik kampus menemui dosen. Sorenya, sekitar pukul 15.00, segala kebutuhan tugas kuliah telah selesai kami kerjakan. 
Ini dia, Kaca Neraca kami

Wednesday 27 June 2012

Kemping Ceria (Part 2)

Posting sebelumnya: Kemping Ceria (Part 1)

Selasa (12/6), kami terbangun dari tidur gaya “pindang” di tenda sempit, hampir bersamaan. Dinginnya udara di Medini, tidak mampu menahan kami untuk bergegas beraktivitas. Iring-iringan truk yang mengangkut pemetik teh, telah banyak yang lewat di seberang tenda kami. Tak mau kalah, Dhea dan Vella bergerak menuju surau untuk mencuci peralatan makan tadi malam. Sementara saya, langsung berkutat dengan kompor dan parafin untuk merebus air.

Kemping Ceria (Part 1)


Digelarnya saringan nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN) selalu memberi warna tersendiri. Bagi peserta ujian, perasaan gugup akan selalu menyertainya sepanjang mengerjakan soal. Untuk mahasiswa dari kampus yang digunakan lokasi ujian, tentu libur tiga hari, dari Senin hingga Rabu, menjadi momen istimewa. Terlebih, ada hari Sabtu dan Minggu yang juga menjadi pembuka liburan.

Mahasiswa “nganggur” ini rata-rata telah mempersiapkan rencana mengisi libur panjang. Ada yang berlibur ke suatu tempat, pulang kampung, hingga menggelar dana usaha (danus) pada lokasi digelarnya ujian. Termasuk pula saya dan kedua sahabat, Dhea dan Vella. Kami memanfaatkan liburan untuk kemping atau berkemah di Gunung Ungaran Semarang.

Senin (11/6), menjadi hari yang telah kami persiapkan untuk camping, sekitar sebulan sebelumnya. Pukul 13.00 WIB, menjadi jadwal pemberangkatan kami. Dengan mengendarai sepeda motor, kami mulai meluncur meninggalkan Tembalang, daerah tempat tinggal kami. Rute Gunung Pati, daerah kampus Unnes, kami tetapkan sebagai pilihan.

Ketika berhenti di sebuah SPBU, selain mengisi bensin, kami juga sempatkan untuk istirahat sejenak di mushola.

Tuesday 26 June 2012

Seberapa Profesional Kita?

foto: google.com
Dalam setiap aktivitas, sering diantaranya mengharuskan kita berhubungan dengan orang lain. Tentu saja, hal ini tidak terlepas dari kodrat manusia sebagai makhluk sosial dan selalu berkomunikasi. Setiap menjalin komunikasi, kita kerap menilai seberapa profesional seseorang ketika berhadapan dengan kita.

Lalu, bagaimana kita bersikap profesional ketika berhubungan, terlebih untuk urusan kerja, dengan orang lain? Apakah ketika teman kita sendiri yang menjadi ”klien”, kadar profesionalisme (hampir saja saya menulis “profesionalitas”, yang sebenarnya tidak ada dalam KBBI) akan berubah? Sebenarnya, profesionalisme seperti apa yang harus kita penuhi?

Suatu pagi, saya membaca tweet dari Kak Ummul, seorang kawan dari Makassar, yang berbunyi; ”Mari memuaskan klien, meski itu teman sendiri.” Kemudian saya sapa dan bertanya apa aktivitasnya saat itu. Ia menjawab, sedang ada hubungan kerja dan tengah mencoba untuk profesional.

UU Intelijen Negara, Cara Baru Bungkam Pers?

foto: google.com
Pers di Indonesia memiliki peranan penting bagi masyarakat. Selain fungsinya sebagai penyampai informasi dan sarana hiburan, pers juga berperan mengedukasi dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana tercantum dalam Undang Undang Dasar 1945. Melalui produk-produk jurnalistiknya, pers senantiasa berhubungan dengan publik, sebagai konsumennya.
    Perjalanan panjang menuju kebebasan, telah dirasakan oleh pers Indonesia. Latar belakang sejarah yang erat berhubungan dengan pergerakan nasional dalam memperjuangkan kemerdekaan sejati, membuat pers di Indonesia mengerti benar bagaimana posisinya di tengah masyarakat. Mengemban fungsi sebagai penyampai informasi, pers dituntut untuk selalu terbuka dengan isu yang tengah berkembang, kemudian mempublikasikannya.

(Jangan) Lihat Buku (Hanya) dari Sampul

“Jangan lihat buku hanya dari sampul”. Pesatah ini pasti pernah, atau sangat sering teman-teman dengar. Tidak hanya dalam arti sebenaranya, “buku” sebagai obyek. Lebih dari itu, pepatah ini juga berpesan bagaimana kita menilai orang lain yang terdiri penampilan dan hati. Tapi, benar tidak ya, kita harus menghilangkan kesan penampilan, atau sampul dalam buku itu?

Kenapa buku dijadikan perumpamaan, atau bahkan parameter dalam penilaian? Padahal, ketika kita, termasuk saya, jika ingin membaca atau membeli buku, sampul selalu yang pertama diperhatikan. Iya, bisa jadi karena buku yang ingin kita beli masih tersegel plastik pembungkus, memaksa kita hanya melihat sampul. Bukankah ini tetap berarti kita hanya melihat sampul?
foto: google.com

Monday 25 June 2012

Mandiri itu... Harus!

foto: google.com

Memutuskan terjun dalam dunia jurnalistik, bukan sekedar keputusan “kecil” bagi saya. Sebelum sampai pada posisi sebagai mahasiswa komunikasi dan jurnalis kampus Manunggal, telah banyak hal yang saya pertimbangkan. Kemandirian, menjadi satu perhatian saya ketika hampir mengambil langkah ini. Profesi jurnalis, bagi saya mengutamakan keberanian dan kemandirian. 
       Di tahun kedua saya sebagai wartawan kampus, pentingnya kemandirian itu sangat terasa. Kapanpun harus siap liputan dan mengejar narasumber berita. Di sekitar kampus, maupun di luar kampus, siapapun yang berhubungan dengan berita, harus dikejar untuk dimintai keterangan. Jika ada teman liputan atau wawancara, beruntunglah kita. Paling tidak ada teman ngobrol sewaktu menunggu narasumber. Bagaimana jika sendirian? Disinilah kemandirian kita digunakan.

Friday 22 June 2012

Memberi dan Menerima


Saya pernah membaca sebuah kalimat dalam buku mengenai kiat menulis. Sebuah kalimat yang sangat “sakti” untuk membuat saya berhenti sejenak dalam membaca, dan memikirkannya. Dalam buku tersebut, kurang lebih tertulis seperti ini:

“Analogi untuk menulis adalah membaca, berbicara adalah mendengar, memberi adalah menerima, dst…”
foto: google.com

Jembatan Dua Perbedaan


Dalam segala hal, apapun itu pasti terdapat hal lain yang pertentangan. Setiap sisi memiliki pandangan yang menurut “kaum”nya benar. Dengan banyaknya pertentangan seperti, kita tidak dapat membenarkan atau menyalahkan satu diantaranya. Menanggapi hal ini, apa yang biasanya kita atau orang yang berada pada posisi ”baru tahu” itu lakukan ?

Banyak pendapat yang sering kita dengar di keseharian. “Ah, saya ambil jalan tengahnya saja”, “Lebih baik saya abstain/golput (golongan putih) saja”, “Kalau saya, cari alternatif pilihan sendiri saja”. Berbagai pendapat ini – lah yang sering muncul dalam sebuah diskusi atau bahkan sebuah “hajatan” bangsa, pemilu (pemilihan umum).

foto: kaskus.co.id
Analogi jembatan bisa jadi salah satu pemecah permasalahan tanpa menambah permasalahan baru.

Inilah, Dian...


 
Salam jumpa dan kenal semua… Saya Dian. Lahir ditengah latar belakang suku Jawa dan tumbuh pada masyarakat Jawa pula, karena memang orang tua saja juga asli Jawa, hehe. Dari SD sampai SMA, saya jalani di tanah kelahiran saya, tanpa banyak mengenal dunia luar.

Saya merupakan mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP),  Universitas Diponegoro (Undip) Semarang  angkatan 2010. Sekarang, saya sudah masuk semester empat. Memiliki ketertarikan pada dunia jurnalistik, dan menjadi mahasiswi Ilmu Komunikasi memberi kebanggaan tersendiri bagi saya.