Narsis di pinggi jalan, berlatar belakang Gunung sumbing dan Gunung Sindoro. |
Rasanya
sudah lama ya, aku, Vella dan Dhea tidak menghabiskan waktu bersama (maksudnya camping atau jalan-jalan. Kalau sekadar
makan bareng mah sering). Makanya, saat berkumpul kembali usai liburan Lebaran,
ide bepergian bersama benar-benar tidak kami sia-siakan. Mengenai tujuan, kami
memilih berkunjung ke lokasi posko Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang menjadi rumah
kami pada Januari-Februari lalu, saat menjalani masa pengabdian. Ceritanya, sekalian
silaturahmi pada bapak dan ibu posko.
Kalau
dilihat judulnya, kesannya memang lebay ya. Tapi biarin deh ya, yang penting
niat (buset, makin lebay aja). Soal rencana kunjungan ke posko, aku dan Vella
yang paling semangat. Sedangkan Dhea sedikit ogah-ogahan, karena ya, semacam
“hubungan yang kurang harmonis dengan ibu posko”, hehe. Makanya, sejak jauh
hari, aku dan Vella sudah memikirkan buah tangan apa yang sekiranya layak
dibawa untuk bapak dan ibu posko.
Pada Sabtu,
16 Agustus 2014, kami sudah bersiap untuk kunjungan itu. Pukul 07.00 pagi,
Vella sudah tiba di kosanku. Kami menunggu Dhea dengan muka menahan kantuk.
Akhirnya, pada pukul 08.11, kami meluncur menuju tujuan pertama: Temanggung.
Dhea dan
Vella memilih rute yang melewati Bandungan. Kami juga menyempatkan diri untuk singgah
sejenak sambil sarapan di Pasar Sumowono, Bandungan. Oiya, karena suhu
Bandungan yang sejuk (plus prediksi suhu Temanggung yang tidak kalah dingin),
maka pemakaian sarung tangan dan kaos kaki untuk pengendara sepeda motor,
hukumnya wajib yaaa.
Semakin
jauh meninggalkan Bandungan, pemandangan yang disuguhkan alam juga semakin
indah. Kami bisa melihat keindahan Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro selama
perjalanan, berkat langit yang begitu cerah. Sepanjang perjalanan, aku dan Dhea
terus berteriak kegirangan. Hingga akhirnya, Vella menyampaikan ide ajaibnya,
“Kita selfie yuk?”. Gayung bersambut, kami pun segera mengatur posisi agar kedua
gunung keren itu turut terfoto. Dengan usaha berkali-kali, akhirnya beberapa
foto berlatar pesawahan plus Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro berhasil
terjepret.
Kami
kembali melanjutkan perjalanan. Saat Vella berkata poskonya sudah dekat,
pikiranku mengawang bahwa jarak tinggal beberapa kilometer lagi. Tapi ternyata,
kami masih harus melewati hutan, perkampungan, hutan lagi, perkampungan lagi,
hutan bambu, dan pesawahan, sebelum akhirnya sampai di Kecamatan Kandangan,
tempat posko Vella berada. Ah, jadi segitu toh, jarak yang masuk kategori “dekat”
menurut Vella. Hhmm..
Saat
memasuki desa, kami berjumpa dengan Tim II KKN yang sedang mengecat gapura.
Iya, desa KKN Vella, Desa Wadas, memang kembali dipilih menjadi lokasi KKN
Undip (periode KKN I adalah Januari-Februari sedangkan periode KKN II adalah
Agustus-September). Kami menyapa sejenak dan bersalaman dengan seorang adik
angkatan di kampus (iyalah, karena yang kami kenal kan cuma dia).
Di depan posko KKN Vella |
Ternyata,
sesampainya di posko, kami sudah ditunggu ibu posko. Kami beramah tamah sejenak
sambil minum teh. Kemudian, jeng jeng, kami mau dibuatkan mi rebus. Kami
bertiga langsung berhamburan ke dapur, turut ngeributi ibu posko dan Vella yang
tengah memasak. Aku dan Dhea sengaja tidak membantu Vella, karena kami tahu,
Vella pasti kangen bantu-bantu ibu poskonya masak, hahaha.
Vella masak mi rebus. |
Saat mi
rebus sudah siap, kami jadi agak bingung untuk menghabiskannya. Itu karena baru
sekitar sejam yang lalu kami sarapan. Apalagi ibu poskonya Vella turut mengambil
nasi dan aneka lauk untuk dihidangkan pada kami. Tapi ya, akhirnya kami makan
juga sih, meski hanya mi rebus yang masuk ke perut kami.
Setelah
dari ibu posko, Vella juga mampir ke rumah Kepala Desa Wadas. Di sana ada ibu kepala
desa yang menyambut. Saat kami datang, ibunya langsung ganti baju loh. Saat ditawari
minum, kami segera menolak halus, karena strategi kami untuk berhemat waktu
adalah tidak terlalu lama di rumah pak kades.
Setelah
dari Kecamatan Kandangan, kami meluncur menuju Kecamatan Gemawang, tempat posko
KKN Dhea berada. Iya, Vella dan Dhea memang sama-sama ber-KKN di kabupaten yang
sama. Hanya beda kecamatan saja. Nah, soal kunjungan itu, sebenarnya, Dhea berulang-ulang
menyatakan keraguannya. Tapi ya, kami dorong juga lah, masak sudah sampai
Temanggung, tapi tidak mampir ke posko.
Ternyata oh
ternyata, dari poskonya Vella, poskonya Dhea jauhnya minta ampun. Saat masuk di
sebuah belokan, aku kira poskonya sudah dekat, tapi ternyata... aku tidak
melihat rumah atau perkampungan sama sekali. hanya hutan dan persawahan. Tapi
lama kelamaan, dari kejauhan terlihat perumahan penduduk yang bergerombol di
bukit. Saat aku konfirmasi pemandangan itu adalah desanya, Dhea malah menjawab
ragu. “Enggak tahu deh, lupa.” Grrr...
Sepanjang
jalan, aku dan Dhea membicarakan soal masa-masa KKN. Dhea tidak percaya aku bisa
menetap di posko selama 35 hari, tanpa pulang ke Semarang. Sedangkan aku,
dibuatnya lebih tidak percaya, karena dia bisa pulang lima kali selama lima
minggu masa pengabdiannya. Tapi tunggu dulu, dengan jarak yang super jauh dan
jalan berkelok tanpa penerangan sama sekali, dia bisa loh, pulang ke Semarang
sendirian.
Lebih keren
lagi, saat Dhea dikunjungi temannya dari Semarang dan diculik teman sekomunitas
kami untuk datang ke resepsi salah satu anggota. Pertanyaan besarnya adalah:
bagaimana bisa mereka menemukan perkampungan yang tersembunyi sekian kilometer
jauhnya dari jalanan kabupaten? Mungkin kalau aku tau rutenya seperti itu, cukup
di jarak lima kilometer saja sudah memutuskan balik kanan, hahaha. Nah,
jawabannya (ini argumennya Dhea ya) temannya (yang wartawan) berhasil karena
kemampuan investigasi. Sedangkan teman sekomunitas berhasil karena kemampuan navigasi.
Hmm.. bisa bisa.
Saat
memasuki Desa Krempong (plis jangan dibaca “rempong”), Dhea baru memikirkan
tentengan apa yang layak dibawa untuk ibu poskonya. Kami masuk sebuah toko, dan
kembali dia menimbang-nimbang makanan mana yang akan dibeli.
Di depan posko KKN Dhea. |
Saat sampai
di lokasi, ibu posko Dhea, yang juga ibu kepala desa sudah menanti. Oiya, sama
seperti Wadas, Desa Krempong juga kembali digunakan untuk pengabdian. Nah, di
posko KKN itu, ada teman sekantornya Dhea, Yose, jadi beruntunglah, kami di
posko itu tidak krik-krik amat. Saat Dhea mengobrol dengan Yose dan ibu
poskonya, aku justru asyik mengamati penampilan ibu posko itu. For your
information, ibu poskonya Dhea itu kelihatan banget demen perawatan, karena kuku
kakinya ternyata dikutek silver dan alisnya berwarna kehijauan. Alamaaakkk..
Nah, di posko
Dhea juga kami tidak berlama-lama, dan kami segera menuju Magelang, lokasi
posko KKN-ku. Mengenai penempatan KKN, aku dan Dhea kembali bertanya-tanya (ini
pertanyaan yang diulang-ulang, dan kalau kemarin kembali diulang, berarti basi
banget yak. KKN udah lewat jauh). Kami bertanya-tanya, kenapa Dhea dan Vella
bisa barengan, paling tidak satu kabupaten, sedangkan aku terlempar jauh sampai
Magelang. Padahal, saat pengumpulan berkas pendaftaran, kami hampir berbarengan
loh. Okelah, lupakan saja pembicaraan kami ini.
Saat itu matahari
sudah tepat di atas kepala. Dhea dan Vella sampai ngebut banget, mengingat
jalanan Temanggung yang lumayan sepi. Saat memasuki kawasan kota, Dhea dan
Vella tidak sadar kalau mereka menerobos lampu merah. Hah? Bisa-bisanya. Kami berhenti
sampai sekitar empat atau lima meter di depan garis putih. Dan jeng jeng, aku
melihat pos polisi di seberang jalan, dengan petugas di dalamnya. Aksi tarik
motor pun berlangsung seru, dan kami sukses ditertawakan warga yang berhenti di
belakang kami.
Usut punya
usut, ternyata Vella memang tidak menyadari keberadaan traffic light. Sedangkan
Dhea, dia tahu ada zebra cross, tapi tidak melihat traffic light. Jadilah, kami
sukses menerobos lampu merah. Setelah aksi konyol itu, kami tertawa sepanjang
jalan.
Oke,
mengenai rute ke posko KKN-ku, sebenarnya aku tidak terlalu ingat. Perjalanan ke
posko sangat tertolong karena Vella ingat rute dari Temanggung sampai alun-alun
Magelang. Sedangkan aku, sedikit ingat jalan ke posko dari alun-alun. Aku hanya
ingat kelenteng, KFC gaya Bali, AKMIL, dan SMA Taruna Nusantara. Sudah, itu
saja. Sisanya tinggal lurus.
Setiap bertemu
pertigaan dan perempatan jalan, aku selalu pakai kata “kayaknya” dan “firasatku”
untuk berbelok. Hingga Dhea bereaksi, “Hah?! Firasatmu?!” Kalau sampai salah,
maafkan aku ya, temans..
Beruntung,
aku tidak menyesatkan kedua sahabatku. Kami sampai dengan selamat di posko,
bahkan aku ingat jalan pintas yang tidak mengharuskan kami melewati kantor
Kecamatan Salaman dan pasar. Ah leganya, meski perjalanan itu memakan waktu dua
jam perjalanan dan meleset satu jam dari estimasi.
Di depan posko KKN-ku. |
Sesampainya
di posko, kami disambut ibu poskoku tercinta, Mbak Alfi, bersama beberapa kerabatnya
di teras rumah. Dan ternyata suasana Lebaran di rumah ini masih terasa. Kursi yang
biasanya di ruang tamu masih dibiarkan di teras rumah, sedangkan ruang tamu
hanya dilapisi karpet. Aneka makanan ringan juga masih tersedia. Asiknya, hari
itu Mbak Alfi ada pesanan makanan untuk acara di Kelurahan, jadi ada sisa
makanan enak buat kami, hehe
Yang menarik,
di meja makan juga terhidang opor daging dan sambal goreng kentang. Hah?
Lebaran kan sudah tiga minggu yang lalu? Dan, ternyata adiknya bapak posko juga
dua hari yang lalu pulang dari mudik ke Pekanbaru. Hmm...
Kami di posko
sampai sekitar satu jam. Sedihnya, kami hanya ngobrol dengan bapak dan ibu
posko, sedangkan anaknya yang imut, Alif, sepertinya sudah melupakan diriku. Hiks.
Padahal kan baru enam bulan berpisah. Dia sama sekali nggak mau aku ajak
main...
Okeh,
saatnya pulang ya. sudah sore. Pulang dari posko, kami menuju alun-alun Magelang.
Rencananya, kami akan makan kupat tahu di alun-alun atau menyantap es krim di
KFC gaya Bali yang ada di belakang kelenteng. Tapi karena perut baru saja
diisi, kamu cukup duduk-duduk saja.
Di alun-alun
itu, kami saling bertukar kado. Ya, kado yang sudah kami siapkan sejak Juni
lalu, bertepatan dengan ulang tahun Three Journ (oke, ini lebay lagi nggak papa
deh ya). masing-masing orang menyiapkan dua kado untuk dua sahabat, jadi bisa
saling tukar gitu deh. Saat buka kado, ternyata hadiah yang diterima Vella
sungguh bikin ngakak. Dia dapat tali b**a dan kuteks. Dhea dapat kipas dan sisir.
Sedangkan aku dapat kipas dan cermin. Oiya, di alun-alun juga, Dhea membagikan
oleh-oleh mudiknya: permen jahe.
Isi kado kami. |
Setelah puas
duduk-duduk, kami bergegas kembali ke Semarang. Ternyata jalanan Temanggung
lumayan macet. Dhea dengan jurus salip kanannya bisa dengan cepat meninggalkan
Vella. Bersyukur, daerah Ungaran tidak macet-macet banget. Dan kami bisa sampai
Semarang dengan selamat.
Oiya, kalau
dikalkulasi, kami bepergian sekitar 12 jam, karena sampai di Semarang sekitar pukul
20.00. Kalau dihitung lagi, pembagian waktunya adalah delapan jam di perjalanan
dan empat jam di beberapa lokasi kunjungan.
Oke, ini
cerita perjalanan kami. Nanti kalau Dhea dan Vella sudah posting tulisan, akan
aku bagi link-nya di sini...
Horeeee,aq pertamax.hehehe :P
ReplyDeleteJadi kangen pengen halan-halan sama kalian lagi :'(
Hahaha. Iya, iya.
DeleteJadi kamu pengen halan-halan lagi? Oke. Atur jadwal ajaa.. *gaya banget yak*
ayo jalan-jalan ke rumahku, dian :)
ReplyDeleteDian mau banget, Kak. Tapi ya, enggak tau kapan bisa ke sana. Meski belum pernah ke sana, dian udah jatuh cinta sama Maluku nih, dari tulisan-tulisan yang dian baca. Pulaunya cantik-cantik :)
Deleteaku baca tulisan dian yang ini di komputer kantor, ngakak-ngakak goblok ngga merhatiin mas-mas editor lagi ngedit berita. hahaha, betapa gilanya kita gais :D aduduhhh.. semoga masih banyak kesempatan di lain hari yess. aminn
ReplyDeleteHahaha. Entah apa yang dipikirkan mas editor ngelihat kamu ngakak nggak jelas gitu, Cut :D
DeleteOiya, mana nih tulisanmu, biar tak tempelin di sini juga.. :D
Budi gak main ke poskoku :(
ReplyDeleteIya. Aku kan nggak tau lokasi poskomu, Num. Makanya, kita ke sana bareng yok :D
Deletesangat bagus dan sangat informatif...
ReplyDelete