Saya berani bertaruh, bila ditanya momen berbuka puasa yang
paling nikmat pasti ketika berkumpul bersama keluarga di rumah. Setidaknya,
pertanyaan ini sering secara tidak sadar didiskusikan. Padahal, ada momen-momen
kecil yang justru memberikan kesan berbeda, meski tetap tidak bisa mengalahkan
momen berbuka puasa bersama keluarga.
Tahun ini saya sama sekali tidak menikmati berbuka puasa
bersama keluarga di rumah. Saya harus tetap bersyukur bisa menikmati salat
tarawih dan sahur di rumah (meski sempat juga, merutuki hasil hilal yang
menentukan jadwal puasa mundur sehari dari perkiraan). Di sini, di kampung
orang, saya justru menikmati suasana berbuka yang benar-benar berbeda: berbuka
puasa bersama di dalam bus.
Hari kedua puasa, saya berniat berbuka puasa bersama Mbak
Mia. Mbak Mia merupakan kakak angkatan di kampus sekaligus di organisasi, yang
kebetulan bekerja di Jakarta. Kami sudah berencana berbuka bersama dan bertemu
sejak siang hari, tapi akhirnya diundur sampai sore setelah ashar. Aku pikir,
tidak masalah.
Berangkat dari Kebayoran, saya menuju Blok M menggunakan
Metromini 69. Setelah itu, pindah bus PPD bernomor 45 menuju Semanggi. Baru 10
menit berangkat dari Terminal Blok M, kemacetan langsung terjadi, di Taman
Kusuma. Macetnya benar-benar parah. Tetiba, hujan juga turun memperparah
kondisi jalanan ini.
Bus hanya bisa merangkak sejengkal demi sejengkal, saking
macetnya. Aaaa.. Sialnya lagi, saya tidak dapat kursi, sehingga harus iklas
berdiri sepanjang jalan yang macet ini.
Menjelang bedug magrib, banyak anak-anak yang menjajakan
aneka minuman botol dan takjil. Mereka berteriak menawarkan dagangan di
pinggiran jalan. Jumlahnya ada banyak, meski saat itu sedang hujan.
Ada dua orang anak penjual air minum yang merangsek masuk ke
dalam bus. Mereka menawarkan minuman pada setiap penumpang. Mayoritas
penumpang, membelinya. Saya yang tidak persiapan membawa tumbler, akhirnya juga
membeli air botolan itu.
Setelah itu, salah seorang penumpang menyalakan radio dan
memasang suara keras. Awalnya aku pikir itu mengganggu, sampai akhirnya “Allahu
akbar, Allahu akbar...”
“Alhamdulillah...” hampir semua penupang bus secara serentak
mengucapkan syukur. Waktu berbuka sudah tiba.
Secara bersama pula, semua penumpang membuka kemasan botol
dan menegaknya. Tak berapa lama, bus mulai berjalan lagi. Satu menit kemudian,
berhenti lagi. Di sini, tiba-tiba anak segerombolan anak yang membawa kardus
berisi bungkusan takjil. “Ini gratis, buat buka. Dibagi-bagi ya,” kata anak
itu.
Bus kembali heboh dengan makanan itu. Saya sih tidak
kebagian, tapi di setiap kantong plastik pembungkus takjil ada pamflet sebuah
yayasan. Saya sempat melihatnya, tapi mata tidak mampu membacanya. Ah, begini
ya, nikmatnya Ramadan.
Ini menjadi momen berharga yang akan selalu saya kenang.
Penumpang bus tidak saling kenal, tapi suasana berbuka menjadi momen yang
sama-sama dinanti. Kami punya kesamaan, hanya ingin menikmati momen berbuka
puasa di sini.
Saya juga, satu Ramadhan ini tidak pernah berbuka bersama keluarga di rumah. Tapi kalau dengan "keluarga" saya disini, menyenangkan... :)
ReplyDeleteenvy beradh.hehe :)
ReplyDelete