Komunitas Historia Indonesia (KHI) kembali menggelar tur jalan kaki sambil belajar sejarah di Cikini, Jakarta. Acara yang bernama Ngaboeboerit ke Tjikini ini kembali diadakan setelah delapan tahun absen digelar. Alasannya, Cikini (ejaan lamanya Tjikini) memang menyimpan banyak cerita dan bukti sejarah yang penting untuk diketahui.
Aku menjadi
salah satu di antara sekitar seratus orang yang mengikuti Jakarta heritage
trail (JHT) di Cikini ini. Aku datang enggak sendirian, karena sudah janjian
dengan Mbak Mia, dan kami ketemu di Stasiun Manggarai. Jam 13.00, kami mulai
berdatangan di Gedung Joang 45 yang menjadi lokasi berkumpul.
Setelah
registrasi, peserta mulai berbaur menunggu yang belum datang.
Setengah jam
kemudian, acara pun dimulai. Acara diawali dengan menonton film sejarah tentang
Gedung Joang 45. Ternyata, gedung ini awalnya adalah hotel supermegah khusus
bagi bangsawan Belanda, tamu besar, dan pejabat pribumi. Pada masa kedudukan
Jepang, barulah gedung ini diberikan kepada pemuda Indonesia.
Nonton film bareng |
Gedung ini
juga menyimpan cerita besar seputar perjuangan pemuda Indonesia loh. Gedung
Joang 45 ini menjadi tempat para pemuda mendapat pendidikan, seputar ilmu
pengetahuan umum dan karakter kebangsaan. Bung Karno dan Pak Hatta juga jadi guru
bagi para pemuda yang belajar di sini loh. Pada masa pemerintahan Soeharto, gedung
ini dijadikan museum.
Setelah
menonton film, acara dilanjutkan dengan berkeliling museum. Peserta tur ini
dibagi lima kelompok berdasarkan warna. Aku dan Mbak Mia masuk kelompok merah, dengan
Bang Daan sebagai pemandu. Aktivitas pertama yang dilakukan kelompok kami
adalah foto-foto, narsis bersama di depan Gedung Joang 45.
Mengamati... |
Setelah
foto, kami lanjut masuk ke museum. Museum ini menyimpan koleksi yang keren
banget, ada pedang komando perang, tandu yang dipakai Jendral Sudirman, aneka
poster propaganda Jepang, sampai mobil yang dipakai Pak Karno dan Bung Hatta.
Sebenarnya, museum ini dibagi menjadi beberapa bangunan, tapi lokasi
berkeliling kami hanya di bagian depan.
Bang Daan menjelaskan tentang Gedung Joang |
Setelah
berkeliling museum, acara dilanjutkan dengan menyusuri jalanan Menteng. Ternyata,
di sepanjang Jalan Menteng, dulunya digunakan sebagai pemukiman warga Belanda
dan para pejabat. Jadi, secara otomatis lah, kawasan ini berupa kawasan “elit”
yang banyak bangunan bergaya Eropa.
Yok lanjut
jalan. Di sepanjang jalan ini, kami menyusuri pertokoan yang juga bergaya tempo
dulu. Ada kafe Java Bleu, Bakoel Koffie, Durga Tattoo, dan pabrik roti Tanck
Tjoan. Hmm.. Kami dipersilakan masuk ke pabrik roti ini loh. Tapi sayangnya,
pabrik ini tidak beroperasi saat akhir pekan. Jadilah, kami hanya berkeliling
di dalam pabrik, menemukan susu kental manis merek DAWN dan oven kuno merek
Convaire, hehe.
Usai dari
Tanck Tjoan, perjalanan dilanjutkan lagi. Kami melewati rumah nomor 24. Kata
Bang Daan, rumah itu sering digunakan untuk pengambilan gambar sinetron dan
film yang berlatarkan budaya Betawi. Setelah itu, perjalanan dilanjutkan dengan
melewati Taman Ismail Marzuki dan singgah istirahat di SMP Negeri 1 Jakarta.
Ketika di
SMP Negeri 1 Jakarta, para peserta dipersilakan salat dan istirahat. Ehm,
benar-benar tempat yang asik. Suasananya bener-bener khas zaman dulu, ya
tentang arsitekturnya.
Di SMP
Negeri 1 Jakarta ini pula, Kang Asep Kambali mulai menularkan semangat cinta
sejarah di antara para peserta. Kang Asep menyampaikan banyak fakta tentang sejarah
dan bahasa Indonesia di tengah masyarakat kita, terutama anak muda. Ternyata,
sangat ngeri. Intinya sih, kami sepakat, akan sama-sama berjuang untuk
melestarikan apa pun warisan leluhur bangsa.
Okeh,
setelah semangat terpompa, lanjut jalan lagi ke Perguruan Cikini. Sekolah ini,
menjadi tempat percobaan pengeboman untuk membunuh Bung Karno. Bang Daan
bercerita, Perguruan Cikini merupakan tempat sekolah semua anak Bung Karno.
Pada saat acara ulang tahun ke-15, Perguruan Cikini mengundang seluruh orang
tua murid untuk hadir. Saat itulah, sebanyak lima bom, empat di antaranya
meledak, hingga menewaskan sembilan orang dan 100 luka-luka.
Ada banyak
versi sih, soal kejadian nahas itu, terutama saat penyelamatan Bung Karno ke
sebuah rumah di seberang sekolah. Yang pasti, Bung Karno sampai marah besar
akibat peristiwa ini, dan memerintahkan pelaku pengeboman ditemukan. Hingga
akhirnya, muncul nama orang Nusa Tenggara yang disebut sebagai pelakunya.
Selesai
melihat-lihat suasana Perguruan Cikini, kami segera melanjutkan perjalanan
menuju istana Raden Saleh. Hah? Istana? Hmm..
Ternyata
jaraknya lumayan jauh loh, tapi tetep seru karena di sepanjang jalan berderet
bangunan-bangunan kuno. Meski di antaranya sudah berubah menjadi kantor dan
pertokoan.
Tiba-tiba,
kami memasuki kawasan rumah sakit. Loh, tujuannya ke istana kenapa malah masuk
rumah sakit?
Oh,
ternyata istana Raden Saleh ini telah dibeli oleh seorang istri pendeta untuk
difungsikan sebagai rumah sakit. Sekarang, istana ini difungsikan sebagai ruang
kantor. Sebenarnya ada juga loh, satu ruang diperuntukan sebagai museum, yang
menyimpan beberapa barang orisinal istana ini. Kalau di lantai atas, sudah
beberapa lama tidak difungsikan, karena kayunya sudah mulai lapuk. Nantinya, akan
dilakukan perbaikan, dengan tetap mempertahankan ciri khas bangunan.
Ketika akan
meninggalkan istana Raden Saleh, baru deh, kami sadar, betapa kerennya sisi
luar bangunan. Cantik banget deh.. Dan ketika keluar area rumah sakit, kami
kembali melewati kapel keren, yang dari sisi luar saja terlihat banyak hiasan
kaca patri warna-warni.
Acara
jalan-jalan dilanjutkan lagi, hingga berakhir di masjid. Di sana, semua peserta
dan panitia berbuka puasa bersama. Kemudian, mendengarkan penjelasan tentang
sejarah masjid dari takmir.
Ehm,
pokoknya acara Komunitas Historia ini keren banget dehh.. Nagih banget. Jadi
nggak sabar ikut acara sejarah lagi...
No comments:
Post a Comment
Terima kasih telah berkunjung. Jangan lupa menulis komentar ya :)