Saturday, 12 October 2013

Terkunci di Ruang Jurusan

Rabu, 25 September 2013.
Ruang jurusan yang sepi dan gelap.
 Hari yang sangat cerah (baca: sangat panas) itu, sudah aku jadwalkan untuk nongkrong seharian di kampus. Berangkat dari kosan sudah ada niat untuk langsung ke perpustakaan di ruang jurusan. Iyes, di perpustakaan itu tersimpan harta karun berupa kumpulan laporan magang kakak-kakak angkatan. Ini nih bedanya, kalau skripsi disimpan di perpustakaan fakultas, maka laporan magang dikoleksi perpustakaan jurusan.


Memasuki ruang jurusan, suasana masih sepi. Landai, seperti biasanya jam-jam kuliah. Aku langsung menuju bagian belakang, di balik bilik-bilik meja para dosen. Hap, hap hap. Segera bergegaslah, aku nyalakan laptop dan memilah-milah contoh laporan magang dari bidang jurnalistik. Akhirnya, aku menemukan contoh laporan dari kakak angkatan yang magang di Antara dan Wawasan.

Bekal nongkrong di perpustakaan mini itu cuma dua bungkus Cha-Cha. Tanpa sarapan sebelumnya. Kalau dihitung-hitung, waktu yang aku habiskan untuk nongkrong di ruangan itu sekitar enam jam, dari pukul 10.30 sampai 16.30. Tapi terpotong waktu ngerumpi bareng Dhea dan Vella, serta beli air minum ke kantin Fakultas Hukum, setelah 800 mililiter air di tumbler ludes.

Pukul 16.00, masih seru-serunya ngetik, tetiba beberapa lampu mati. Refleks, aku memekik, dan menoleh ke saklar. Ternyata dosen pembimbing magangku, Mas TL, yang mematikan lampu. “Loh, kamu masih di sini? Saya pikir sudah tidak ada orang,” kata Mas TL. Dengan ringan, aku menjawab,“Iya, Mas. Sebentar lagi pulang kok.”

Sembari menyalakan kembali lampu ruang jurusan, Mas TL berpesan untuk mematikan lampu kalau sudah selesai. “Kalau sudah selesai, lampunya dimatikan ya.” Jawabanku sih standar, “Siap, Mas. Terima kasih.”

Di lorong ruang jurusan, ternyata juga ada Mas Hedi, dosen waliku, yang ikutan nimbrung. “Wah, Dian masih di sini toh. Pulang lah, Yan, sudah sepi ini,” kata dia. Jawabanku masih sama, “Iya, Mas. Sebentar lagi.”

Aku kembali tenggelam dengan laporan magang. Sekitar 20 menit kemudian, lampu kembali dimatikan. Kali ini, yang mematikan adalah Mas Parman, petugas di ruang jurusan ini. Aku sih berpikir, Mas Parman sempat melihatku, dan mematikan lampu sebagai strategi untuk mengusirku.

Aku sadar dengan “kode” itu. akhirnya, aku mematikan laptop, mengembalikan contoh laporan magang, dan mengemas barang dengan santai. Sampai terdengar bunyi pintu ruang jurusan ditutup, aku masih cuek saja.

Saat hendak meninggalkan ruang jurusan, dan membuka pintu,,, “Klek..” Pintu tidak mau terbuka. Masih penasaran, aku coba berulang-ulang, hingga akhirnya sadar bahwa telah terkunci di ruang jurusan yang mulai gelap itu. Ya Tuhan, apa-apaan ini???

Panik? Jelas lah.

Aku melongok ke kaca kecil yang ada di pintu. Eh, ruang kepegawaian yang lokasinya di seberang ruang jurusan, pintunya terbuka. Sayangnya, pintu itu ada sekitar lima meter dari pintu ruang jurusan. Dan ditunggu lima menit, tidak ada orang yang masuk atau keluar dari pintu itu. Sialnya, ruang jurusan Ilmu Komunikasi ada di pojok gedung, jadi seperti mustahil mengharapkan orang lewat di depan pintu. Sebenarnya, ada sih, tangga darurat di pojokan gedung, tapi itu sangat jarang digunakan.

Akhirnya aku mencoba menelepon kedua sahabat. Vella orang pertama yang aku coba telepon, karena dia ada di kampus, sedang mengikuti kuliah. Tapi sewaktu dicoba, nomornya enggak aktif. Gantian coba telepon Dhea. Hasilnya, “ Tut, tut, tut.” Tidak diangkat. Dicoba sekali lagi, dan untungnya, diangkat. Begini nih, dialognya:

Dhea: Halooo

Dian: Halo, Ucut. Aku terkunci di ruang jurusan, Cut. Haduh, gimana ya? Ini sama sekali enggak ada yang lewat. Aku harus gimana ya? Aku bingung di sini.

Dhea: Terkunci di ruang jurusan? Kok bisa? Oke, tenang, Di. Tenang...

Dian: Haduh, masak iya aku kudu nginep di ruang jurusan?

Dhea: Kamu tarik napas dulu. Kita omongin pelan-pelan.

Aku menuruti kata-kata Dhea.

Dian: Cut, aku bisa minta tolong siapa ya? Di sini cuma ada daftar kontak dosen. Masak iya aku telepon dosen buat minta tolong dibukain pintu jurusan?

Dhea: Kamu coba hubungi Mas Shin-Chan atau Mas Eko, deh? *Mas Shin-Chan dan Mas Eko adalah pegawai TU di kampus, yang sudah lumayan akrab lah.

Dian: Aku nggak ada kontaknya...

Dhea: Aku juga nggak ada kontak orang TU, Di.

Dian: Oh, gitu ya. Apa berarti aku kudu nginep di sini?

Dhea: Di, aku tanya ke anak-anak dulu ya, mungkin ada yang bisa minta tolong ke TU untuk bukain pintu. Aku hubungi Ulil sekarang deh, mungkin dia bisa nanyain.

Dian: Hm.. oke oke.

Dhea: Nanti segera aku kabari deh, kamu sabar dulu ya.

Dian: Siap, makasih banget ya, Cut.

***

Sembari menunggu kabar Dhea, aku mencoba pintu lain di sisi ruang jurusan. Hasilnya sama, terkunci. (Ya iya lah)

Aku lihat ada deretan jendela di belakang kursi para dosen. Jendela itu menghadap ke parkiran dosen. Dari ukurannya, sebenarnya muat  saja untuk aku lewati. Aku menoleh ke langit-langit ruang jurusan. Sipp, tidak ada CCTV. Tapi masih aku ragu untuk lewat jendela.

Dhea menelepon. Sambil ngangkat telepon, aku berjalan kembali ke arah pintu.

Dian: Halo..

Dhea: Dian, kamu masih di sana?

Dian: Iyalah, aku kan masih terkunci di sini.

Dhea: Di, tadi aku sudah hubungi Ulil, dia mau minta kontak orang TU ke Yuyun.

Dian: Hmm. Oke. Makasih ya..

Dhea: Di, kalau di sana, kamu lihat ada jendela yang bisa dilewati nggak?

Dian: Ada, Cut. Di bagian belakang ruang jurusan.

Aku langsung beranjak kembali ke jendela.

Dian: Sekarang aku lagi di depan jendela, di belakang mejanya Mas Yul.

Dhea: Kamu lewat jendela aja, Di.

Dian: Hah? Enggak mau ah. Masak lewat jendela? Kalau nanti jendelanya dibuka dari dalam, berarti pas aku keluar, jendelanya enggak bisa dikunci lagi dong? Kalau nanti malam malah kemalingan gimana?

Dhea: Asal nanti ditutup rapat enggak akan kenapa-kenapa.

Dian: Terus kalau aku lewat jendela, pas ada dosen yang di parkiran, mereka bakal mikir apa aku lewat jendela?

Dhea: Nggak papa, daripada nggak bisa keluar?

Telepon tetiba terputus.

Aku masih mempertimbangkan ide Dhea. Aku kembali berjalan ke meja Mas Parman yang ada di depan pintu. Di meja kaca, ada daftar telepon di fakultas, dan salah satunya bernama: Operator Tata Usaha. Nah, ini nih yang harusnya ditelepon. Tapi aku ragu lagi, jangan-jangan nanti malah ditertawakan.

SMS masuk, dari Yuyun: Dian, coba ini, Mas Parman (nyebutin nomor telepon)

Naaaahhh.. Yes yes yes.

Baru mau membalas SMS Yuyun, Dhea kembali telepon.

Dian: Cut, aku dapat kontaknya Mas Parman dari Yuyun.

Dhea: Kamu mau hubungi mas-nya? Mending lewat jendela aja.

Dian: Hmm.. Dicoba Mas Parman dulu deh ya. Nanti aku kabari lagi...

***

Telepon Mas Parman:

Mas Parman: Iyaa..

Dian: Halo, Mas Parman. Saya Dian, Mas, mahasiswa Komunikasi. Mas, sekarang saya masih di ruang Jurusan, dan terkunci di sini. Tolong bukain..

Mas Parman: Oh gitu, iya iya.

Dian: Wah, terima kasih sekali, mas. Saya tunggu ya..

***

Dan ketahuilah saudara-saudara, nada suaranya Mas Parman itu datar yang teramat datar. Hmm..

Aku kembali menuju pintu. Duduk bersandar sambil ndelongsor di tembok samping pintu. Sambil tetap makan Cha-Cha.

***

Lima menit, lewat. Sepuluh menit, lewat. Hampir 15 menit, “Krek krek krek.”
ITU SUARA PINTU SEDANG DIBUKA!!!!

Aku langsung bangkit dari duduk dan berdiri menghadap pintu. Jeng jeng, yang membukakan adalah Pak Satpam.

Sewaktu terbuka, aku langsung teriak, “Waaah, terima kasih banget ya, Pak...”

Pak Satpam: Iya, Mbak. Udah, jangan nangis.

Dian: (kaget) Saya enggak nangis, Pak..

Pak Satpam: Mukanya kayak nangis gitu (enak banget nih, si bapak kalau komentar). Di dalam masih ada orang?

Dian: Udah nggak ada orang sama sekali kok, Pak. Dikunci lagi aja.

Pak Satpam: Nggak ada orang sama sekali? Apa jangan-jangan Mbak-nya bukan orang?

Dian: Enak aja..

Setelah Pak Satpam mengunci pintu, kami berjalan menuju lobi. Aku langsung terduduk di kursi, dengan tangan gemetaran. Langsung lah, aku kabari semua orang yang tadi aku ributi selama terkunci. Respon mereka? Jangan ditanya deh, intinya menertawakan!

Pas aku hendak keluar kampus dengan melewati pos satpam, aku masih melihat si Pak Satpam cengar cengir.

****

Sebenarnya aku sama sekali tidak tertarik menuliskan cerita konyol ini di blog. Sama sekali. Ya, karena aku pikir itu cerita memalukan yang tidak perlu diketahui orang banyak. Tapi, ternyata di kampus sudah banyak yang mengetahuinya. Mereka banyak yang bertanya. Jadilah, biar saja dipostingkan, biar mereka tidak tanya-tanya lagi. Dongkol lah, kalau aku disuruh ngulang-ngulang cerita. Tapi, ternyata kabar terkunci sudah menyebar juga di antara satpam kampus. Beuuhh..

Berpas-pasan sama Pak Satpam itu, dia kembali bilang, “Jangan nangis lagi ya, Mbak.”

Ciaaaatttt. Serius. Sumpah deh, aku enggak nangis gara-gara terkunci. Suer..

Kemudian, keesokan harinya, sewaktu meninggalkan parkiran, semua satpam ketawa-tawa pas aku lewat. Tak lupa mereka bilang, “Awas terkunci lagi, ya Mbak.” Hmm.. Sial ah kalau ini, masih terbawa-bawa aja kabarnya.

****
Kartu parkir nomor 900.

Jumat, 27 September 2013. Pukul 07.00.

Memasuki parkiran bersama Vella, menerima kartu tanda parkir. Nomor 900.

Pak Satpam Petugas Parkir: Mbak, ini saya kasih 900. Jangan rebutan ya. Dan kalau kekunci, jangan nangis lagi.

Aku langsung melotot tuh, langsung bilang: Pak, saya enggak pernah nangis kalau terkunci...

Bapaknya cuma kecikikan.

Selesai parkir, hendak turun ke kampus, ternyata pas-pasan lagi dengan si Pak Satpam. Dari kejauhan, dia sudah cengar cengir.

Aku langsung berkata, “Pak, kabarnya jangan disebar-sebar lah...”

Pak Satpam: Saya nggak nyebar, Mbak. Semua petugas yang kemarin pulang sore, sudah tahu semua kok..

Hmmm... ini menyebalkan. Apalagi Vella yang terus-terusan ketawa sejak masuk parkiran..

***

Pas pulang juga sama saja. Sewaktu mengembalikan kartu tanda parkir, si Pak Satpam Petugas Parkir berkomentar, “Loh, kok uang 900-nya masih utuh? Tadi enggak jajan? Yaudah, awas ya, kalau terkunci lagi.”

Seperti biasa, kalimat itu terulang lagi.

**********


4 comments:

  1. hahahaha.....Wkwkwwkwk.....jangan menangis, Dian..... :P

    ReplyDelete
  2. bahhh...penasaran sm muka dian pas panik kmrn.pasti makin kece ;P

    ReplyDelete
  3. diyaaannn.. haha dasar! cubit ahh, besok sangu chacha banyak aja. kali kalo kekunci lagi bisa buat temen tidur sampe pagi *eehhh

    ReplyDelete
  4. mau ga nyebar, ini malah disebar diblog,haha

    ReplyDelete

Terima kasih telah berkunjung. Jangan lupa menulis komentar ya :)