Monday, 25 June 2012

Mandiri itu... Harus!

foto: google.com

Memutuskan terjun dalam dunia jurnalistik, bukan sekedar keputusan “kecil” bagi saya. Sebelum sampai pada posisi sebagai mahasiswa komunikasi dan jurnalis kampus Manunggal, telah banyak hal yang saya pertimbangkan. Kemandirian, menjadi satu perhatian saya ketika hampir mengambil langkah ini. Profesi jurnalis, bagi saya mengutamakan keberanian dan kemandirian. 
       Di tahun kedua saya sebagai wartawan kampus, pentingnya kemandirian itu sangat terasa. Kapanpun harus siap liputan dan mengejar narasumber berita. Di sekitar kampus, maupun di luar kampus, siapapun yang berhubungan dengan berita, harus dikejar untuk dimintai keterangan. Jika ada teman liputan atau wawancara, beruntunglah kita. Paling tidak ada teman ngobrol sewaktu menunggu narasumber. Bagaimana jika sendirian? Disinilah kemandirian kita digunakan.
      Saya sudah mulai terbiasa dengan “kesendirian”. Datang ke sebuah acara, ke rektorat, atau bertemu orang baru, sendirian. Menunggu yang hanya lima menit sampai tiga jam sendirian, pernah saya rasakan. Dan saya mulai menikmati itu, dan merasa tidak ada salahnya kemana-mana sendirian.
    Mandiri merupakan keadaan dimana kita bisa melakukan apapun sendiri, tanpa melibatkan orang lain. Ini bukan berarti kita mengingkari kodrat sebagai makhluk sosial lho. Hanya saja, meminimalisir aktivitas yang “merepotkan orang lain”, bisa jadi sesuatu yang bijak. Kita berdiri di kaki sendiri, tentu ketika mendapatkan hasil, akan merasakan kepuasan yang sempurna.


foto: google.com
      Pikiran tentang kemandirian kembali muncul, ketika dalam mata kuliah Penulisan Berita, bertemu Bu Humaini Adi Susilo, atau yang biasa kami sapa Bu Hum. Ia adalah dosen praktisi dari wartawan sebuah media lokal Semarang. Di tengah perkuliahan, sering disisipi pengalamannya selama menjadi wartawan. Salah satu yang terpenting adalah “Kemandirian”.
Bagi Bu Hum, perempuan harus selalu berlatih mandiri. Alasannya, tidak mungkin perempuan selalu menggantungkan diri kepada orang lain, terlebih laki-laki. Sering kali Bu Hum terlibat sebagai panitia dalam acara khusus ibu-ibu, dan jika mengirim satu undangan, maka yang datang biasanya lebih dari satu orang. Alasannya, ya itu tadi, ada rasa tidak percaya diri jika datang sendirian. Yang paling kerepotan menjamu “tamu tambahan” ini pasti panitia, karena menyangkut suvenir dan konsumsi.
Terkait jurnalis dan kemandirian, saya juga banyak diceritakan dan punya pengalaman tersendiri. Biasanya, jurnalis kampus harus sering melanglangbuana di lingkungan kampus sendiran. Tapi, tetap ada saja yang tida percaya diri untuk bersikap seperti itu. Ada instruksi liputan yang diberikan kepada seorang jurnalis dalam organisasi pers mahasiswa saya. Tetapi, sang jurnalis kampus itu menolak liputan karena tidak ada teman liputan. Kejadian seperti ini sampai diketahui pemimpin redaksi kami dan membahasnya bersama seluruh redaktur.
Selalu ada yang menggelitik ketika ada seeorang yang tidak percaya diri atau tidak berani menghadapi dunia luar. Kalau terlalu sering, bisa jadi malah menyebalkan bagi orang yang selalu dilibatkan. Karena tidak ada yang salah dengan diri (penampilan) kita di depan orang lain, untuk apa malu? Terlebih bagi teman-teman yang ingin terjun di dunia jurnalistik. Yuk, mulai sekarang kita berlatih kemandirian.. Cyahoo..

No comments:

Post a Comment

Terima kasih telah berkunjung. Jangan lupa menulis komentar ya :)