Wednesday, 27 June 2012

Kemping Ceria (Part 2)

Posting sebelumnya: Kemping Ceria (Part 1)

Selasa (12/6), kami terbangun dari tidur gaya “pindang” di tenda sempit, hampir bersamaan. Dinginnya udara di Medini, tidak mampu menahan kami untuk bergegas beraktivitas. Iring-iringan truk yang mengangkut pemetik teh, telah banyak yang lewat di seberang tenda kami. Tak mau kalah, Dhea dan Vella bergerak menuju surau untuk mencuci peralatan makan tadi malam. Sementara saya, langsung berkutat dengan kompor dan parafin untuk merebus air.

Dengan berbaik hati, Vella membuatkan teh untuk Dhea, susu untuk saya, dan teh-susu untuk dirinya sendiri. Roti bekal dari Semarang, kami gunakan untuk pembuka hari dan penyedia tenaga dalam memasak. Manjur juga ternyata.

Kemampuan kami memasak sangat jelas mengalami peningkatan. Pagi ini, memasak nasi kurang dari satu jam. Dilanjutkan menggoreng telur dan menumis kacang panjang. Tidak terlalu lama bagi kami menyajikan seluruh sajian sarapan itu. Selain itu, bakso yang rencana awal dicampur dengan kacang panjang, akhirnya kami tumis ala kadarnya. Bahkan, saya sempat mencari buah raspberi (sejenis buah berwarna merah jenis berry, yang banyak ditemukan di gunung-gunung) untuk penutup. 
Menu sarapan pagi ini: nasi, sayur kacang panjang, telur, bakso, dan raspberi. Nikmatnya..
Ponco milik Vella kami gelar di bawah pohon, sekitar sepuluh meter dari tenda. Pemandangan tidak berubah, tetap seputar kebun teh dan kota Semarang. Meski dengan berjuang mempertahankan makanan dari semut di sekitar pohon, kami tetap nikmat sarapan. Tak perlu waktu lama, tiga jenis hidangan sarapan, telah berpindah ke perut kami. Kembali seusai sarapan, kami bercerita apa saja, sembari menikmati pemandangan Gunung Ungaran di depan mata.

Pukul 11.00 WIB, kami packing dan merubuhkan tenda. Setelah semua beres, kami segera mengambil motor yang kami titipkan di rumah Pak Min. Beruntung, motor Dhea sudah tidak rewel lagi. Perjalanan kembali ke Semarang segera kami lakukan.
Puas rasanya menikmati makanan hasil masakan sendiri..
Ternyata Dhea mengetahui jalur yang lebih pendek dari rute ketika berangkat. Pemandangannya ternyata lebih cantik, dengan pohon pinus di kanan-kiri jalan. Kami juga melewati sebuah sekolah yang sudah sepi dari siswa. Saya kagum kepada bapak-ibu guru yang mengajar di sekolah itu. Pasalnya, mereka mau melintasi jalan menanjak-menurun curam dan berbatu untuk sampai di lokasi mengajar. Saya menyadari itu ketika pahlawan-pahlawan ini dengan berboncengan motor, turun melewati Dhea, Vella, dan saya.  

Curamnya jalan di luar prediksi saya dan Vella. Saya sampai turun dari motor untuk menghindari beban kendaraan. Terlebih, saya menggendong tenda dan matras, seperti menggendong dua bayi. Beruntung, kami disapa seorang petugas kebun teh dan menawari saya tumpangan. Jadilah saya menumpang kepada bapak baik hati itu sampai ke perkampungan. Sembari menunggu Dhea dan Vella, saya merebahkan badan sejenak di bawah pohon rindang di depan Taman Wisata Nglimut.
Siap meninggalkan Medini untuk kembali ke Semarang.
Benar saja, jalur baru yang Dhea kenalkan kepada kami memang lebih singkat. Kurang dari dua jam, kami telah sampai kembali di Tembalang. Badan yang terasa remuk, memaksa kami istirahat sejenak sekaligus memindahkan file foto di kos Vella. Hingga tanpa disadari, kami bertiga tertidur dengan posisi yang berantakan. Vella di kasur, saya di lantai menghadap barat, dan Dhea di lantai menghadap utara. Hari menjelang sore, barulah kami pulang meninggalkan Vella, yang sepertinya melanjutkan tidur cantiknya.

Di balik kemping:
1.      Kemping ceria ini, menjadi sarana kami menyegarkan diri dari proyek talkshow Kaca Neraca di mata kuliah Produksi Studio.
2.      Makna kata “bercerita” dalam tulisan saya adalah “Nggosip”
3.      Jika kamu melihat foto kami bertiga, berarti foto itu diambil dengan perjuangan. Menggunakan timer dan mengeset biar pas untuk muka tiga orang. Dilakukan berulang-ulang, hingga kadang sampai frustasi dan gambar tetap jelek. Perjuangan besar itu.
4.      Prinsip “tidak mengotori alam” selalu kami junjung. Buktinya, kami meninggalkan lokasi tanpa sampah sedikitpun. Serius.
5.      Tidak sepenuhnya kami “mandiri” di alam. Karena kami masih bolak-balik surau dan warung untuk membeli air dan keperluan lainnya.
6.      Rewelnya motor Dhea, diindikasikan karena accu yang hampir habis. Jurus "ngengkol" pun terpaksa kami bertiga kerahkan.
7.      Beberapa foto yang saya pasang di posting ini, sebenarnya mendapat protes dari yang bersangkutan. Tapi, untuk semakin "menghidupkan" cerita, akhirnya yang bersangkutan saya beri pengertian. Hingga akhirnya dia pasrah.
8.      Di acara kemping ceria ini, kami sepakat menamai diri “Three Journ”, dari kata Three Journalist, yang berarti Tiga Jurnalis. Agak alay yah..hehe.

Oh, iya. Jika teman-teman ingin membaca tulisan Kemping Ceria versi Dhea, ini dia linknya. Dijamin nggak kalah seru deh. Kempinc Ceriyah
Atau tulisan karya Vella di Kemping Hyuuk

4 comments:

  1. tulisan dian terbagus yang pernah aku baca nih, ketawa sampe mules-mules gara-gara ngakak ga jelas :D horraiiii.. kayaknya si Dhea ni emang tokoh paling kiyut deh, hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Apa sih, segitunya banget deh.. Kamseupay.. #loh, kok ketularan virusmu ya? :)

      Delete
  2. Adduh, fotonya itu loh, alay be-ge-te.. :p

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nggak perlu sewot begitu. Anggap saja sebuah karya seni :D

      Delete

Terima kasih telah berkunjung. Jangan lupa menulis komentar ya :)