Serba-serbi
suasana keramaian memang selalu menarik untuk ditengok. Bagaimana orang-orang
mulai membentuk komunitasnya dan saling berkomunikasi dengan komunitas lain. Kondisi
yang menyejukkan mata, paling tidak terjadi pada saya, di tengah bentuk kemajemukan
masyarakat.
Jumat (20/7) siang
kemarin, saya diminta liputan ke Masjid Agung Sunda Kelapa (MASK), di daerah
Menteng, Jakarta. Hampir pukul 10.00, pesan singkat dari redaktur yang meminta
saya liputan, akhirnya tiba. Dengan sigap, saya yang waktu itu sudah di kantor,
membuka maps.google untuk mencari lokasi MASK itu. Bermodal petunjuk maps dan
tanya sana-sini, akhirnya saya meluncur ke MASK.
|
foto: antaranews.com
Masjid Agung Sunda Kelapa. Gerbangnya cantik yaa,, |
Terminal Blok
M menjadi tujuan pertama. Ini untuk mempermudah, karena banyak bis berasal dari
sana. Setelah tanya-tanya, saya memilih Kopaja nomor 66. Di sepanjang jalan,
mata saya tidak pernah lepas melototi petunjuk jalan dan papan nama sebuah
perusahaan yang menampilkan alamatnya. Saya agak curiga dengan lamanya waktu
tempuh. Kata orang cukup satu jam, sementara itu lebih. Saya coba tanya, dan
jawabannya, “Wah, kalau Sunda Kelapa ya sudah lewat, Mbak,”. Alamak..
Setelah berganti
bus, saya langsung katakan pada sopir dan kernet, bahwa tujuan saya adalah
MASK. Agak sedikit tenang kalau begitu. Dan benar saja, di sebuah jalan yang
seperti perumahan, ada kemacetan. Si Sopir segera menoleh ke saya, yang duduk
di belakangnya. “Neng, sudah sampai di Masjid Sunda Kelapa.” Saya girang minta
ampun, dan berkata “terima kasih” sambil berlari turun Kopaja bernomor 206 itu.
|
foto: google.com |
Muka sumringah
saya tidak bertahan lama. Saya lupa kalau hari saya liputan adalah hari Jumat,
dan saya sampai masjid yang berada di Jalan Taman Sunda Kelapa nomor 16 itu
pukul 11.30. “Wah, ini mah sudah masuk waktu Jumatan..,” pikir saya. Dengan sedikit
manyun, saya menerobos mobil yang terjebak macet. Terserah lah, mereka akan
berpikir apa.
Di depan
gerbang utama masjid, saya bengong lagi. Coba masuk dan bertanya, ternyata
nggak mungkin melayani wawancara di tengah persiapan salat jumat. Pasrah. Tinggal
makan dulu deh. Makan siang sebelum Ramadan, ini ceritanya. Es kelapa-jeruk dan
bakso mi menjadi pilihan. Enak juga, meski di troroal yang sumpek dengan jamaah
salat jumat yang wara-wiri memenuhi jalan.
Di sepanjang
jalan, sekitar 300 meter dari MASK, sangat penuh sesak pedagang makanan dan
beberapa jualan lain. Di luar pagar ini, kita dapat dengan mudah menemukan
makanan semacam sate, tongseng, rujak, siomay, termasuk kelapa jeruk dan bakso
mie seperti yang saya pesan. Waww.. kita seperti dimanjakan dengan beragam
makanan yang berderet itu. “Ayo, ayo, makan siang terakhirnya,,” begitu
kira-kira kata pedagang yang berteriak menawarkan dagangannya.
|
Beragam barang elektronik juga dijajakan di pasar kaget MASK |
Saya sangat
suka suasana ramai itu. Saya duduk di meja dan bangku panjang dengan ibu-ibu
yang kebanyakan menunggu suaminya salat jumat. Sangat seru bahasan yang
dibicarakan, padahal saya yakin, ini pertama kali mereka bertemu. Kebanyakan memang
membicarakan anak-anak yang mereka ajak makan. Ada yang susah makan, sampai
yang ribut minta es kelapa. Sang Ibu lantas membandingkan dengan anak ibu di
depannya yang lahap makan nasi tongsengnya. Haduh....
Setelah jumatan
selesai, saya putuskan untuk langsung menerobos masuk. Ternyata susah sekali
saudara-saudara. Di sepanjang trotoar dan pelataran masjid, banyak sekali
pedagang yang berjualan, membentuk pasar dadakan. Inilah yang saya maksud
masyarakat yang membentuk komunitas.
Barang yang
dijajakan juga beragam. Mulai dari alat bersih-bersih, pakaian, aksesoris,
madu, obat herbal, hingga gadget. Bahkan, ada lapak yang menjual kaset-kaset
lama di suasana ramai itu. Lengkap pokoknya. Aktivitas tawar-menawar yang
suaranya sampai ke telinga saya, cukup membuta tersenyum. Yang paling lucu, ada
bapak-bapak yang dipanggil Pak Haji oleh pedagang celana berkata,” Kau kasih
murah lah, nanti kau bisa main ke rumah dan makan sepuasnya,”kata Pak Haji ini
waktu menawar celana.
|
Tumpukan kaos kaki |
|
Cermat memilih |
|
Mendengarkan keterangan khasiat obat herbal |
|
Menawarkan madu asli |
|
Bingung memilih |
|
Dikerubungi pembeli |
|
Dicoba sebelum dibeli |
|
Sedia kaset antik |
|
Menunggu pelanggan |
Suasana ramai ini tidak akan bertahan lama. Dimulai sekitar
pukul 10.30 sampai pukul 14.00 WIB. Ketika salat jumat, biasanya pedagang
menutup dagangannya dengan terpal dan meninggalkannya untuk ikut salat. Ketika saya
selesai wawancara dengan Kepala Takmir Ramadan di MASK, saya menjumpai pedagang
yang mulai mengemasi dagangan ke dalam karung dan kardus. Mudah-mudahan dapat
banyak rezeki ya, Pak... Amin.
Wah, suasananya masih kalah rame dengan pasar Jumatannya Masjid At-Tien yang ada di TMII, Dian....
ReplyDeleteOh, iya tah? Tapi ada kesempatan ke sana kan kalau disuruh redaktur saja, hehe.. Makasih rekomendasinya..
ReplyDelete