Saturday, 21 July 2012

Membentuk Komunitas di Pasar Kaget

Serba-serbi suasana keramaian memang selalu menarik untuk ditengok. Bagaimana orang-orang mulai membentuk komunitasnya dan saling berkomunikasi dengan komunitas lain. Kondisi yang menyejukkan mata, paling tidak terjadi pada saya, di tengah bentuk kemajemukan masyarakat.
Jumat (20/7) siang kemarin, saya diminta liputan ke Masjid Agung Sunda Kelapa (MASK), di daerah Menteng, Jakarta. Hampir pukul 10.00, pesan singkat dari redaktur yang meminta saya liputan, akhirnya tiba. Dengan sigap, saya yang waktu itu sudah di kantor, membuka maps.google untuk mencari lokasi MASK itu. Bermodal petunjuk maps dan tanya sana-sini, akhirnya saya meluncur ke MASK.
foto: antaranews.com
Masjid Agung Sunda Kelapa. Gerbangnya cantik yaa,,



Terminal Blok M menjadi tujuan pertama. Ini untuk mempermudah, karena banyak bis berasal dari sana. Setelah tanya-tanya, saya memilih Kopaja nomor 66. Di sepanjang jalan, mata saya tidak pernah lepas melototi petunjuk jalan dan papan nama sebuah perusahaan yang menampilkan alamatnya. Saya agak curiga dengan lamanya waktu tempuh. Kata orang cukup satu jam, sementara itu lebih. Saya coba tanya, dan jawabannya, “Wah, kalau Sunda Kelapa ya sudah lewat, Mbak,”. Alamak..
Setelah berganti bus, saya langsung katakan pada sopir dan kernet, bahwa tujuan saya adalah MASK. Agak sedikit tenang kalau begitu. Dan benar saja, di sebuah jalan yang seperti perumahan, ada kemacetan. Si Sopir segera menoleh ke saya, yang duduk di belakangnya. “Neng, sudah sampai di Masjid Sunda Kelapa.” Saya girang minta ampun, dan berkata “terima kasih” sambil berlari turun Kopaja bernomor 206 itu.

foto: google.com

Muka sumringah saya tidak bertahan lama. Saya lupa kalau hari saya liputan adalah hari Jumat, dan saya sampai masjid yang berada di Jalan Taman Sunda Kelapa nomor 16 itu pukul 11.30. “Wah, ini mah sudah masuk waktu Jumatan..,” pikir saya. Dengan sedikit manyun, saya menerobos mobil yang terjebak macet. Terserah lah, mereka akan berpikir apa.
Di depan gerbang utama masjid, saya bengong lagi. Coba masuk dan bertanya, ternyata nggak mungkin melayani wawancara di tengah persiapan salat jumat. Pasrah. Tinggal makan dulu deh. Makan siang sebelum Ramadan, ini ceritanya. Es kelapa-jeruk dan bakso mi menjadi pilihan. Enak juga, meski di troroal yang sumpek dengan jamaah salat jumat yang wara-wiri memenuhi jalan.
Di sepanjang jalan, sekitar 300 meter dari MASK, sangat penuh sesak pedagang makanan dan beberapa jualan lain. Di luar pagar ini, kita dapat dengan mudah menemukan makanan semacam sate, tongseng, rujak, siomay, termasuk kelapa jeruk dan bakso mie seperti yang saya pesan. Waww.. kita seperti dimanjakan dengan beragam makanan yang berderet itu. “Ayo, ayo, makan siang terakhirnya,,” begitu kira-kira kata pedagang yang berteriak menawarkan dagangannya.

Beragam barang elektronik juga dijajakan di pasar kaget MASK


Saya sangat suka suasana ramai itu. Saya duduk di meja dan bangku panjang dengan ibu-ibu yang kebanyakan menunggu suaminya salat jumat. Sangat seru bahasan yang dibicarakan, padahal saya yakin, ini pertama kali mereka bertemu. Kebanyakan memang membicarakan anak-anak yang mereka ajak makan. Ada yang susah makan, sampai yang ribut minta es kelapa. Sang Ibu lantas membandingkan dengan anak ibu di depannya yang lahap makan nasi tongsengnya. Haduh....
Setelah jumatan selesai, saya putuskan untuk langsung menerobos masuk. Ternyata susah sekali saudara-saudara. Di sepanjang trotoar dan pelataran masjid, banyak sekali pedagang yang berjualan, membentuk pasar dadakan. Inilah yang saya maksud masyarakat yang membentuk komunitas. 
Barang yang dijajakan juga beragam. Mulai dari alat bersih-bersih, pakaian, aksesoris, madu, obat herbal, hingga gadget. Bahkan, ada lapak yang menjual kaset-kaset lama di suasana ramai itu. Lengkap pokoknya. Aktivitas tawar-menawar yang suaranya sampai ke telinga saya, cukup membuta tersenyum. Yang paling lucu, ada bapak-bapak yang dipanggil Pak Haji oleh pedagang celana berkata,” Kau kasih murah lah, nanti kau bisa main ke rumah dan makan sepuasnya,”kata Pak Haji ini waktu menawar celana. 

Tumpukan kaos kaki

Cermat memilih

Mendengarkan keterangan khasiat obat herbal

Menawarkan madu asli

Bingung memilih

Dikerubungi pembeli

Dicoba sebelum dibeli

Sedia kaset antik

Menunggu pelanggan

 Suasana ramai ini tidak akan bertahan lama. Dimulai sekitar pukul 10.30 sampai pukul 14.00 WIB. Ketika salat jumat, biasanya pedagang menutup dagangannya dengan terpal dan meninggalkannya untuk ikut salat. Ketika saya selesai wawancara dengan Kepala Takmir Ramadan di MASK, saya menjumpai pedagang yang mulai mengemasi dagangan ke dalam karung dan kardus. Mudah-mudahan dapat banyak rezeki ya, Pak... Amin. 

2 comments:

  1. Wah, suasananya masih kalah rame dengan pasar Jumatannya Masjid At-Tien yang ada di TMII, Dian....

    ReplyDelete
  2. Oh, iya tah? Tapi ada kesempatan ke sana kan kalau disuruh redaktur saja, hehe.. Makasih rekomendasinya..

    ReplyDelete

Terima kasih telah berkunjung. Jangan lupa menulis komentar ya :)