Soundcloud.com |
Kapan ya, terakhir kali aku disebut sebagai bocah atau anak-anak?
Yang pasti, lebih dari sepuluh tahun lalu. Kini, setelah sepuluh tahun
berselang, kebahagiaan yang aku rasakan saat itu, apakah bisa dinikmati pula
oleh anak-anak?
Memang, zaman semakin lama kian berkembang. Anak-anak zaman
sekarang semakin bergelimang mainan modern. Tapi, di samping mainan modern itu,
masihkah anak-anak dikenalkan dengan permainan tradisional semacam
cublak-cublak suweng dan gobak sodor? Bagaimana pula dengan pada lagu anak dan
daerah?
Ayah-ibu di rumah mengenalkan anak-anaknya pada permainan dan lagu
apa? Oke, mungkin kalau di rumah, semakin jarang ayah-ibu yang sempat mengajak
anak bermain. Tapi bagaimana dengan sekolah. Sekolah juga punya tanggung jawab
mengajari anak pada permainan dan lagu yang layak mereka dengarkan. Setahuku,
ada banyak pelajaran yang bisa diambil dari permainan dan lagu anak loh.
Dulu, sewaktu TK, Bu Guru mengajariku sebuah lagu. Bait pertamanya
berbunyi, “Hutan, gunung, langit, dan bumi. Bulan, bintang, dan matahari.
Semua ciptaan Ilahi, yang harus kita syukuri.” Dari lagu itu saja,
anak-anak bisa belajar tentang kebesaran Tuhan yang mampu menciptakan karya
maha indah, sekaligus diajak untuk menjaga kelestariannya. Aku coba cari lagu
itu di mesin pencari Google berdasarkan liriknya (karena aku lupa judulnya),
tapi tidak ada.
Aku juga pernah punya kaset kompilasi lagu anak. Kalau tidak
salah, itu hasil lomba karya cipta lagu anak di Taman Mini Indonesia Indah.
Kasetnya warna biru, yang dirilis tahun 1990-an. Salah satu lagu, liriknya
berbunyi, “Mari kita ramai-ramai berdarmawisata. Naik gunung masuk hutan
alangkah senangnya. Lihat kanan, lihat kiri, alangkah indahnya. Pemandangan
alam serta udara yang segar.” Aku cari kasetnya di rumah tidak ada. Kalau
pun ketemu, pasti sudah rusak. Dicari di Google juga tidak ada.
Selain lagu-lagu itu (yang bahkan penyanyinya aku tidak kenal),
ada lagu-lagu populer tahun 1990-an yang bisa aku temukan di internet.
Biasanya, lagu-lagu ini dibawakan penyanyi anak populer, pada masa itu. Coba
kita (wahai para kelahiran 90-an) absen, penyanyi yang masih diingat siapa
saja? Sherina, Joshua, Chikita Meidy, Trio Kwek-Kwek (Dhea, Alfandi, Leony),
Saskia-Geovani, Maissy Pramashela, Cindy Cenora, Bondan, Eno Lerian, dan Tasya.
Ada yang mau menambahkan?
Ada juga AFI Junior, yang muncul di awal 2000. Meski saat AFI
Junior 1 dan 2 muncul aku sudah hampir masuk bangku SMP, ternyata aku masih
mengikutinya loh, hahaha. Pesertanya ada Albert, Damai, Ari, Ubas, Calicta,
Audi, Tata, Alika, Samuel, dan Tata. Sisanya, lupa.
Mengenai lagu daerah, sepertinya memang tidak ada matinya ya. Tapi
ya, popularitasnya semakin turun. Hanya beberapa orang saja yang masih
mengingat dan mampu menyanyikannya. Padahal, menurutku lagu daerah sangat
menarik, karena tidak ada etnis di Indonesia yang tak memiliki karakter unik
dari musik yang mereka nyanyikan.
Ada beberapa lagu daerah yang aku suka, karena maknanya bagus dan
memang easy listening. Lagu anak, atau yang di Jawa disebut lagu dolanan,
misalnya ada “Padang Bulan” dari Jawa Tengah, “Kampuang Nan Jauh di Mato” dari
Sumatra Barat, dan “Cik Cik Periuk” dari Kalimantan Barat. Lagu daerah yang
mengajarkan nasionalisme misalnya “Manuk Dadali” dari Jawa Barat. Lagu daerah
yang menunjukkan kecintaan pada ibu, ada “Sio Mama” dari Maluku dan “Inang” dari
Sumatra Utara. Lagu daerah untuk dewasa, tentang kegalauan semisal “Bubuy
Bulan” dari Jawa Barat, “Anging Mamiri” dari Sulawesi Selatan, dan “Alusi Au”
dari Sumatra Utara.
Mengenai lagu daerah, coba kita bayangkan perjuangan bangsa ini
menyebarkan lagu-lagu daerah. Ada RRI dan TVRI, yang menyebarkan ratusan lagu
daerah ke seluruh negeri. Bahkan, negara sampai mendirikan Lokananta untuk
merekam dan memperbanyak lagu daerah dalam bentuk piringan hitam. Lokananta ini
yang bertugas memproduksi dan menyuplai lagu daerah untuk seluruh RRI seluruh
Indonesia, sehingga masyarakat bisa tahu lagu dari berbagai daerah.
Sampai sekarang, aku masih mendengarkan lagu-lagu itu. Lagu anak
dan daerah masih ada di playlist yang aku dengarkan. Setidaknya ada 70 lagu yang
terdiri dari lagu anak dan daerah itu.
Sebenarnya, ada juga sih, penyanyi anak zaman sekarang yang eksis.
Tapi sayangnya, mereka menyanyikan lagu, yang liriknya sudah merambah isu
cinta-cintaan, khas orang dewasa. Oiya, penyanyi anak yang menyanyi lagu anak,
ada juga sih. Umay Shahab. Albumnya dijual di kedai ayam goreng. Bagus juga.
Nah, yang baru rilis 2013 lalu, ada album projek Erwin dan Gita
Gutawa, berjudul Di Atas Rata-Rata. Album ini berisi 10 lagu yang
dinyanyikan 13 anak, dengan suara yang benar-benar di atas rata-rata. Lagunya
bagus-bagus. Ada yang lagunya memang bagus, ada juga yang karena gubahan baru
lagu-lagu di album itu jadi terasa enak didengar. Di album itu, aku paling suka
lagu “Jangan Remehkan”, “Damai Bersamamu”, dan “Di Duniaku”.
Aaaah, jika aku menjadi anak-anak, aku akan memohon pada para
pencipta lagu di Indonesia agar lebih sering membuat lagu yang benar-benar
layak untuk anak-anak. Aku akan memohon pada televisi dan radio untuk membuat
program bagi anak-anak. Aku juga akan memohon pada ayah-ibu dan sekolah, agar
mereka mengajariku permainan serta lagu anak dan daerah. Aku benar-benar ingin
menjadi “anak-anak”.
"sore-sore padang bulan, ayo kanca podo dolanan.. rene-rene bebarengan, kanca kabeh yo do gegojekan" hahaha tebak laguu, itu judulnya apa diii??? ^^
ReplyDeleteAh itu mah lirik awalan lagu Gethuk. Yang lanjutannya ini kan: kae-kae rembulane. Yen disawang, kok ngawe-awe. Koyo-koyo ngelingake, konco kabeh ojo turu sore-sore. Asik ya lagunya, hehehhee
Delete