Google.com
|
Sekitar lima tahun
belakangan ini, genre komedi begitu populer mengudara di
televisi Tanah Air. Ada beberapa konsep acara komedi, semisal variety
show dan stand up comedy. Tapi entah kenapa, konsep acara
komedi dengan menonjolkan banyolan serupa hinaan dan menjahili sesama komedian,
justru yang populer.
Mengenai sosok
komediannya, sekarang ini siapa saja, asal populer, bisa jadi komedian.
Penyanyi, aktris sinetron, bahkan pejabat publik, bisa dihadirkan dalam
panggung komedi di televisi. Tentu saja, mereka saling lempar lawakan dengan
komedian yang sudah ada di program itu sebelumnya. Lawakannya ya, seperti
biasanya, lempar hinaan seputar ras, gender, bahkan menyangkut perbedaan fisik.
Atau bisa juga dengan menyiram tepung di kepala antarkomedian, semacam membuat
temannya terkesan tidak berdaya.
Jika aku menjadi perancang
program di televisi, ingin rasanya aku membuat program yang bagus, dalam artian
memiliki nilai edukasi dan ramah anak-anak. Aku ingin membuat program yang,
paling tidak, bisa mengarahkan penonton pada hal positif, semisal menebar
optimisme.
Sayangnya, ide yang
menurutku bagus, kerap kali “mental” saat pitching. Para atasan
tidak pernah setuju dengan program yang aku ajukan. Menurut mereka, program
yang aku buat tidak akan laku di pasaran.
Mereka menginginkan
program yang bisa mendulang banyak penonton. Rating tinggi,
iklan banyak yang masuk. Mereka mengatasnamakan riset, yang menyebutkan
masyarakat Indonesia suka tayangan komedi, entah bernuansa bullying atau
bukan. Bulshit.
Bagi para bos televisi,
acara yang laku itu harus diselipi unsur komedi. Memang sih, komedi bisa saja
bagus. Tapi masalahnya, yang mereka maksudkan itu komedi bernuansa bullying,
baik fisik mau pun verbal. Jangan-jangan, saat ini sudah muncul komedi baru,
bernama komedi tepung dan komedi bullying.
Siapa yang memulai
kecenderungan itu, bahwa masyarakat Indonesia suka tayangan komedi berbau
kekerasan? Sepertinya memang televisi yang memulai, menciptakan suatu program
komedi berbau kekerasan, yang kebetulan disukai orang. Celakanya, program
semacam itu yang diikuti stasiun televisi lain.
Secara kompak,
program-program itu tayang di jam primetime pula. Lalu,
orang-orang seperti aku, yang berada di belakang program, hanya bertugas
sebagai penebar hegemoni di tengah masyarakat.
Jika sudah begini, semua
pilihan aku kembalikan pada penonton Indonesia yang budiman. Pilihlah program
televisi yang baik, berkualitas, dan mendidik. Jika ada nilai yang baik,
tirulah. Tapi jika tidak baik, tolong abaikan dan jangan ditiru.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih telah berkunjung. Jangan lupa menulis komentar ya :)