Di usiaku yang sudah
mencapai 21 tahun, sering rasanya terbersit keinginan untuk
menikmati kebersamaan di tengah keluarga. Bila dihitung sejak masuk
kuliah, berapa banyak waktu yang aku habiskan di rumah? Rasanya sangat jarang.
Padahal, jarak rumah dengan kosan hanya sekitar 1,5 jam perjalanan. Itulah
alasanku ingin menciptakan momen berharga saat berada di rumah, atau setidaknya
membuat kami selalu merasa dekat.
Beberapa waktu belakangan
ini, aku berusaha menyempatkan diri pulang ke rumah. Meski kenyataannya pulang
itu sekadar numpang tidur, karena hanya semalam aku berada di rumah.
Aku berpikir cara
mengefektifkan waktu di rumah. Jika momen berbagi cerita tentang adikku di
sekolah, ayah-ibu di kantor, dan aku di kampus, sudah memakan waktu sampai
larut malam, ternyata aku masih menginginkan lebih. Apa saja, yang akan lebih
mendekatkan aku dengan keluarga, terutama ayah dan ibu.
Aku tahu ayah suka bermain
catur. Ayah sering membanggakan dirinya sendiri saat berhasil mengalahkan
kawan-kawan kantornya dalam permainan catur kala jam istirahat. Atau saat dia
memulai belajar catur di bangku sekolah dasar, dan kerap memenangi kejuaran
catur tingkat desa.
Aku ingin belajar catur
dari ayah!
Aku langsung membeli papan
catur di sebuah toko mainan dekat kampus. Aku tidak paham ukuran papan, jadi
aku asal ambil saja (yang ternyata dibilang ayahku papannya terlalu kecil).
Aku tahu bermain catur
melawan ayah bukanlah hal gampang. Agar tidak terkesan buta tentang catur, aku
sudah mencuri start belajar catur kepada Vella. Terhitung dua kali Vella khusus
mampir ke kos untuk mengajariku bermain catur. Dia menjelaskan nama bidak,
lokasi penempatan, dan cara berjalannya. Kami bermain berkali-kali, tapi aku
tetap kalah. Tidak pernah sekali pun menang.
Meski belum paham betul
tentang catur, aku tetap nekat membawa papan permaiann itu ke rumah. Sempat
beberapa kali bermain catur, aku tetap kalah. Sialnya, ayah selalu
mengalahkanku meski permainan masih di bawah sepuluh langkah. Aku sudah
berusaha nego agar ayah mengalah dan berbagi sedikit triknya.
“Wah, aku kalah lagi.
Kenapa enggak mau mengalah, dan aku bisa bermain lebih lama?”
“Kalau aku mengalah, kapan
kamu belajarnya. Kamu pelajari saja strategiku.”
Ah, ayah selalu begitu.
Ibu berbeda dengan ayah.
Kalau ibu... Ah, iya. Dulu
semasa aku duduk di bangku SMP, ibu pernah menunjukkan jarum aneh yang katanya
untuk merajut. Aku tidak terlalu mengingat bentuk jarumnya. Namun kini, aku
ingin belajar merajut dari ibuku.
Aku berbelanja peralatan
merajut di sekitar Pasar Johar. Aku tidak tahu apa-apa tentang merajut. Ada
banyak jenis benang di toko itu. Dengan sotoynya, aku langsung memilih sepintal
benang berwarna hijau muda dan putih, tanpa tahu jenis benangnya. Kemudian aku
memilih jarum rajut, yang belakangan aku tahu itu bernama hakpen. Ow, ternyata
ada banyak ukuran. Dengan sotoy lagi, aku memilih ukuran hakpen yang terbesar
dan terkecil.
Ternyata merajut
membutuhkan ketelitian. Aku sampai semalaman belajar simpul untuk mengawali
rajutan. Memegang hakpen saja aku masih sering keliru. Kalau kata ibuku,
memegang hakpen seperti kita menulis menggunakan pulpen.
Setelah memegang hakpen,
ibu mulai mengajariku merajut. Benang dililitkan di telunjuk tangan kiri,
sedangkan tangan kanan memegang hakpen. Sementara untuk memegang
rajutan gunakan ibu jari dan jari tengah tangan kiri. Inti membuat rajutan
sebenarnya cuma simpul rantai, yang diulang-ulang saja. Tapi praktiknya, susah
minta ampun. Beberapa kali benangku tersangkut di hakpen dan rajutan terlepas
begitu saja.
Sekarang, aku masih
belajar merajut yang rapi. Rencananya, aku akan membuat syal. Hasil rajutan di
rumah akan aku selesaikan di kos (meski tidak pasti kapan aku sanggup
menyelesaikannya).
Aaaaahhh. Sepertinya,
dengan kesulitanku belajar bermain catur dan merajut, aku jadi punya banyak
kesempatan untuk berdekatan dengan orang tua. Semacam itulah. Ternyata aku
sangat menikmatinya.
Eciyeee..dian.so sweet banget deh kamyuh :)
ReplyDeleteWaduh, alamat bergejolak bumi Indonesia kalau si Dian belajar merajut. Ckck....mumpung belajar masak ya??? :P
ReplyDelete